Dongeng insomnia · Iseng Aja

Marni, Bakul Jamu Eksekutif – 18

Episode 18 : Samudera Menjadi Saksi Bisu

Kapal pesiar pribadi berjejuluk “Harjuna” yang berukuran tujuh puluh kaki itu melaju dengan kecepatan 35 knot membelah Samudera Indonesia. Langit begitu cerah dengan ribuan bintang berkelap-kelip seumpama intan berlian. Nampak sebuah lebih terang cahayanya, itulah bintang kejora yang indah slalu. Hampir tengah malam, samudera begitu tenang dan damai dengan angin yang cukup kencang dan dingin. Kapten kapal menghirup kopi hangatnya dengan nikmat, sementara beberapa awak berkeliling di luar anjungan. Tak seorangpun berani berlama-lama di bagian utama kapal di mana terdapat satu kamar tidur utama, dua kamar lebih kecil, mini bar yang dilengkapi sebuah grand piano serta TV 3D berlayar lebar, serta sebuah gallery lukisan mini.

Dan di kamar tidur utama mewah itu, Bimo memandangi istrinya yang tidur lelap dalam pelukannya. Parasnya begitu cantik dibingkai rambut ikal terurai. Bahu telanjangnya menyembul dari balik selimut dan senyum bahagianya membuat Bimo lemas tak berdaya. Setelah pernikahan sederhana namun mewah di Solo, Bimo mengajak Marni berbulan madu di lautan, menikmati malam pertama di atas kapal pesiar diiringi alunan gelombang yang kadang tenang kadang menggelora. Persis seperti malam indah yang baru saja mereka lalui.

Bimo membelai anak-anak rambut di dahi istrinya yang lalu melenguh lembut, tak kuasa menahan lelah dan kantuk yang nikmat. Berkali-kali Bimo memanjatkan syukur karena telah menyunting gadis muda nan cantik serta baik hatinya. Meski perkawinannya banyak mengundang pro dan kontra. Bagaimanapun Bimo adalah salah satu pria yang menjadi incaran kaum selebrita dan sosialita metropolitan namun ternyata justru memilih perempuan dari kelas bawah yang lugu dan ndeso. Cibiran dan sindiran terutama dari media tak menyurutkan langkah Bimo untuk menyunting kekasih hatinya. Bahkan hingga mereka berada di tengah samudera pun semua TV masih menyiarkan perkawinan  kontroversial ini.

Tak hanya itu, Bimo juga membuat langkah besar dengan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden direktur PT. Immortal Bros, digantikan oleh salah seorang kemenakannya. Namun namanya tetap tercantum sebagai salah satu pemegang saham perusahaan keluarga ini. Semua orang tahu kekayaan Bimo cukup membuat makmur seluruh keturunannya hingga tujuh turunan. Namun Bimo sendiri yang tahu, bahwa kekayaannya takkan habis sampai tujuh turunan, empat tanjakan, enam belokan, dan tiga prapatan. Ini hanya Bimo yang tahu, serius! Dan lagi-lagi tanpa tercium oleh media manapun, Bimo segera membuat surat wasiat untuk mewariskan sebagian hartanya untuk Juna dan sebagian lagi untuk istrinya. Ia hanya ingin menikmati sisa hidupnya bersama gadis pujaannya, bertualang ke seluruh penjuru dunia, membawa kekasihnya ke tempat-tempat paling eksotis di seluruh dunia. Ia akan sangat bersyukur jika masih bisa dikaruniai anak bersama Marni. Namun bila tidak, ia sudah cukup bahagia hidup bersama Marni dan kelak akan menimang cucunya, anak Juna.

Membayangkan segala kebahagiaan itu, Bimo perlahan menarik lengannya dari bawah kepala Marni, mengecup sekilas bibir kekasihnya lalu bangkit dari tidurnya. Marni yang mengantuk berat hanya memiringkan badannya tanpa terbangun sama sekali. Setelah mengenakan kimononya, Bimo berjalan keluar kamar, menuju mini gallery di kabin tengah, mencari sesuatu lalu keluar ke dek. Udara dingin menyambutnya, membuat tubuhnya sedikit menggigil. Tangannya disembunyikan di dalam saku kimono. Seorang awak kapal yang sedang berpatroli mendekatinya dan menyapanya.

“Selamat malam. Bapak membutuhkan sesuatu?”

“Tidak, tinggalkan aku sendiri sebentar saja.”

“Baik, Pak. Saya ada di anjungan, jika Bapak membutuhkan sesuatu.”

Bimo mengangguk dan awak kapal itu meninggalkan Bimo sendirian. Perlahan Bimo berjalan mengitari setengah bagian kapal lalu menuju ke tepian buritan. Ia ingin bahagia, ingin Marni bahagia tanpa ada yang mengusik. Hanya ada satu cara untuk membuat semuanya berjalan dengan semestinya. Bimo berpegangan pada pagar dari baja stainless dan menjulurkan kepalanya ke bawah.

Dari ketinggian + 4 m air laut nampak begitu hitam dan begitu dalam seperti tak berdasar. Sesekali kilau bintang berpadu dengan penerangan kapal membuat air membiaskan kilauan yang memukau. Namun Bimo tak peduli. Kakinya sedikit berjinjit hingga tubuhnya separuh berada di luar kapal. Tekadnya telah bulat. Setelah menarik napas panjang, Bimo melakukan apa yang memang seharusnya dilakukannya. Sedetik kemudian terdengar bunyi sesuatu yang berat tercebur, memuncratkan air laut ke permukaan kemudian perlahan membentuk lingkaran-lingkaran tenang. Tak seorangpun tahu apa yang dilakukan pria tampan yang baru saja menikah itu. Dan samudera hanya diam membisu.

Lanjutkan membaca “Marni, Bakul Jamu Eksekutif – 18”

Dongeng insomnia · Iseng Aja

Marni, Bakul Jamu Eksekutif – 14

Episode 14 : Di Tepian Bengawan Solo

Setelah lebih dari dua bulan yang melelahkan bagi Bimo, hari ini kelegaan mendatanginya. Bimo tak terbukti bersalah dan dinyatakan bebas. Hasil uji balistik menyatakan bahwa pistol Glock 27 yang diajukan sebagai barang bukti ternyata bukan pistol yang sama untuk membunuh Suryo. Dan surat kepemilikan pistol itu adalah atas nama Suryo Darmawan sendiri. Pembunuhan Suryo masih misteri. Namun disimpulkan tak ada yang bukti memberatkan Bimo sebagai pembunuh. Case closed. Again!

Nancy geram menahan amarah. Permainan apa ini? Jelas suaminya tak pernah mempunyai benda mengerikan itu. Lagipula bagaimana mungkin benda itu ada di rumah Bimo jika memang milik suaminya? Dipandanginya wajah Bimo yang kuyu namun penuh senyum kemenangan. Dengan amarah tak tertahankan didekatinya mantan sahabat baik suaminya itu. Tanpa disangka-sangka Nancy menampar Bimo dengan kuat. Pria itu terlontar ke belakang. Seketika petugas keamanan menenangkan Nancy yang histeris.

“Kau pembunuh, Bimo! Pembunuh!” Wanita anggun itu lepas kendali. Petugas meringkus tangan Nancy, namun wanita itu tak peduli sama sekali.

Lanjutkan membaca “Marni, Bakul Jamu Eksekutif – 14”

Dongeng insomnia · Iseng Aja

Marni, Bakul Jamu Eksekutif – 12

Episode 12 : Pulang

Langit masih kelam ketika kereta melambat memasuki stasiun. Para penumpang mulai gemerisik memeriksa barang bawaan. Suara-suara riuh mulai terdengar di luar kereta. Marni mengusap matanya yang masih mengantuk. Dari sekian jam perjalanannya meninggalkan ibukota menuju Solo, hanya dua jam saja tidurnya benar-benar lelap. Pikirannya tak pernah lepas dari kisah Juna yang membuat hatinya remuk redam sejak beberapa hari lalu. Kini tentunya Juna dan Dewi sudah terbang menuju tanah impian mereka. Nancy tentu sibuk dengan kepolisian. Dan dirinya merana pulang ke pangkuan ibunda. Tetes air mata mengalir lagi mengingat kekasihnya nun jauh di negeri Belanda.

Ia memandangi jari manisnya. Cincin bermata berlian itu telah dilepas meninggalkan lingkaran putih. Marni mengusapnya dan air mata kembali mengucur. Baru saja ia merasakan indahnya mencintai dan dicintai, namun kini terenggut begitu saja. Bimo dituduh membunuh Suryo! Benarkah? Tak mungkin! Mas Bimo yang tegas namun lembut, perkasa namun lembut, tampan namun lembut, matang namun lembut, ah Mas Bimo yang lembut namun untungya bukanlah lelembut. Marni mengusap pipinya.

Masih teringat kisah mengerikan yang diceritakan Juna beberapa hari lalu.

Lanjutkan membaca “Marni, Bakul Jamu Eksekutif – 12”

Dongeng insomnia · Iseng Aja

Marni, Bakul Jamu Eksekutif – 11

Episode 11 : Pengakuan Juna

Sore sudah semakin jingga dan matahari mulai meredup meski udara masih terasa gerah. Marni meletakkan pot mawar terakhir di dekat water wall. Mbok Sum telah menyiapkan segelas es limun (ya ampun limun? Bahasanya ck..ck… Gak orson sekalian?) Sepiring puding coklat vanilla dingin sudah terhidang menggoda selera. Marni segera mencuci tangan dan duduk manis menikmati puding lezat itu. Meresapi sore yang panas, meski sesekali angin bertiup, persis nyonya besar yang hidupnya tak pernah susah. Segala telah tersedia tinggal perintah, tinggal tunjuk, maka tring…. semua terhidang di depan mata. Oh, begitukah kehidupan para nyonya yang pernah dilihatnya pada pesta lalu? Marni merasa keciiiil sekali. Dipandanginya cincin berlian bermata besar itu. Tak pernah dalam hidupnya ia membayangkan bakal memakai cincin seindah ini. Bahkan dalam mimpipun. Ini adalah barang termewah yang pernah dimilikinya setelah city car hadiah dari Markisa Gee.

Sebuah kecupan hangat mendarat di ubun-ubunnya. Marni terlonjak kaget. Bimo tertawa renyah lalu duduk di samping Marni.

Lanjutkan membaca “Marni, Bakul Jamu Eksekutif – 11”

Dongeng insomnia · Iseng Aja

Marni, Bakul Jamu Eksekutif – 10

Episode 10 : Di Balik Lukisan Miranti

Dewi memeluk Nancy dengan tangis yang tak terbendung.

“Dia sudah pergi, Ma… hiks…hiks… Juna sudah pergi…..,” tangisnya berderai-derai. Nancy membelai kepala putrinya dengan wajah sedih.

“Dia berjanji menungguku…. Oh Maa, Juna bersedia menunggu jawabanku, tapiii…. ia meninggalkanku hiks….”

Air mata Nancy mengalir perlahan dan jatuh di rambut halus putrinya. Semua salahku! Jerit hatinya penuh sesal. Seharusnya ia tak melibatkan Dewi dalam usaha balas dendam ini, kini justru putrinya yang sakit hati. Nancy mengusap air matanya sementara putrinya masih bersimpuh dalam pelukannya. Tas dan koper bertebaran di sekeliling mereka. Nancy teringat pada Marni, tak ada waktu lagi. Marni harus segera menyelesaikan tuganya dan bukan malah berpacaran dengan target.

*******************************************

Lanjutkan membaca “Marni, Bakul Jamu Eksekutif – 10”

Iseng Aja

Marni, Bakul Jamu Eksekutif – 8

Episode 8 : Mission Impossible

Menjelang maghrib Marni sudah tiba di Menteng. Sejak semalam ia sudah memasak gudeg, lalu subuh tadi sudah dihangatkan lagi. Gudeg akan semakin enak jika semakin sering dihangatkan, begitu kata Ibu dulu. Maka seharian ini ia tinggal memasak aksesorisnya, sambel goreng krecek, ayam dan telur coklatnya. Dan kini ia meminta Mbok Sum menghangatkan kembali.

“Aduh, ini kompor kok canggih bener ya, Mbok? Masa kompor kok ndak ada apinya,” tanya Marni takjub melihat kompor hitam yang tak mengeluarkan api itu. Mbok Sum tertawa geli.

“Simbok juga dulu bingung, Nak. Di sini semua serba modern, sekali sentuh mateng semua.”

“Nah, Mbok Sum nanti bantuin menata meja ya, aku kan ndak bisa. Lha wong biasa makan tinggal makan ndak pake meja je,” ujar Marni. Mbok Sum tertawa tertahan. Polos sekali gadis ini.

“Tenang aja, Nak Marni, nanti Mbok yang urus semuanya. Pokoknya Nak Marni tinggal mengurus Bapak saja,” ujar Mbok Sum tersenyum simpul.

“Ah, Mbok Suuum? Apa maksudnya ini?” Pelangi menghias pipi Marni.

“Hhihihihi…. Mbok senang kalo Bapak ada temannya. Kasihan selama ini kesepian. Biarpun banyak tamu dan kerabat datang tapi Mbok tahu kalo hati Bapak itu ndak seriang sekarang, sejak ada Nak Marni.”

“Aahh, Mbok sok tauuuu,” elak Marni malu-malu.

Lanjutkan membaca “Marni, Bakul Jamu Eksekutif – 8”