Dongeng insomnia · Nimbrung Mikir

Tube Top

Vani duduk manis di lobby yang dingin dan sejuk menyegarkan. Sungguh melegakan setalah hampir satu jam berpanas-panas di jalanan. Jadual presentasinya masih sepuluh menit lagi, masih cukup untuk menarik nafas dan menenangkan diri. Pintu ruang meeting utama masih tertutup rapat. Di ruang itulah Vani akan mempresentasikan produknya, bersaing dengan entah dengan berapa pesaing yang diundang Pak Hendra, manager personalia PT. Baterai Takkan Pernah Redup untuk melakukan tender. Kontrak senilai hampir satu milyar diperebutkan di siang yang sungguh membara ini. Pfff, Vani menghela napas panjang. Semoga goal pikirnya.

Tak lama kemudian pintu ruang utama terbuka. Vani mendongak. Keluar sambil tertawa cekikikan dua orang gadis sebayanya. Eitss, wauuuwww…..Vani terbelalak. Dandanannya boooww!!! Gadis yang agak kurus itu berambut kuning bercampur coklat, tampaknya di usianya ini ia masih senang bermain layangan. Rok putihnya kira-kira 15 cm di atas lutut dipadu dengan blouse kuning tipiiiiisss setipis-tipisnya, sehingga nampak siluet bra yang hitam berenda. Di lengannya tersampir blazer hitamnya. Cantik? Mmmm, gak lah. Lebih kayak penyanyi dangdut. Apalagi stiletto nya yang mengilat dan stocking hitamnya. Halah, kau sirik aja, Van! Lalu gadis satunya bertubuh lebih berisi, sexy. Rambutnya ikal sebahu berwarna kemerahan dengan blazer warna orange. Dan dalamnya… woow…. tube top warna hitam! Eits, nampaknya agak melorot sehingga menampakkan kaki bukit kembar nan indah. Ups!! Mendadak Vani menunduk menatap blousenya, pfft, untung rapet!

Kedua gadis sexy itu menyalami Pak Hendra dan asistennya yang lebih muda. Mendadak Vani minder, waduh ia merasa kalah sebelum bertanding! Ia melirik celana panjang biru tuanya yang longgar, blouse putih yang ditutup dengan blazer biru senada bergaris putih halus. Conservative! Sementara lihatlah kedua orang itu, fashionable, sexy, berani.  Kyaaa…..

Mereka berlalu dengan pinggul bergoyang-goyang rasa ingin berdendang. Hhhh, Vani makin mengempis.

“Siang, Vani,” sapa Pak Hendra mengejutkannya. Cepat-cepat ia berdiri.

“Eh, selamat siang, Pak. Apa kabar?” sahut Vani sambil menyodorkan tangannya. Pak Hendra menyambut salamnya lalu mengajak Vani memasuki ruang meeting.

“Nah, saya tinggal sebentar ya,” lanjut Pak Hendra setelah Vani duduk.

“Silakan, Pak.”

Vani segera membuka laptopnya dan menyiapkan materi presentasi. Masih terbayang-bayang dua cewek sexy tadi. Duh, pastilah mereka yang memenangkan tender ini. Lihatlah gayanya dan sepertinya Pak Hendra dan asistennya termehek-mehek, kelihatan dari cara tertawa menggoda mereka. Ya sudahlah, kalau memang ia harus menyerah. Tapi untuk berdandan seperti mereka oohh…nooo… not my style! Sedikit sexy ok, tapi kalo diumbar begitu kyaaa….bisa kiamat dunia nanti.

Roni, asisten Pak Hendra memasuki ruangan.

“Hai Van, sendirian nih? Mana Wina?” sapa Roni sembari menyalami Vani.

“Iya nih, Boss. Wina ke Pulo Gadung, biasaa bagi-bagi tugas,” ujar Vani. Wina adalah asistennya yang memang seharusnya pergi bersamanya hari ini. Tapi karena ada presentasi juga di tempat lain maka mereka mesti berpisah.

“Eh, Boss, ngomong-ngomong gimana nih proposalku? Ok, gak?” Tanya Vani berusaha mencari bocoran. Roni tersenyum sok berahasia.

“Yaah, kelihatannya sih masuk nominasi tapi ada yang lebih murah lho?”

“Ah, lebih murah kan gak jaminan lebih baik, Pak? “

“Iya sih, tapi tahun ini kita lagi cost down besar-besaran. Jadi ya kita ambil yang termurah sekaligus terbaiklah.”

“Sst, yang barusan dari competitor mana, Boss?” Tanya Vani sedikit berbisik.  Belum sempat Roni menjawab pintu terbuka lebar. Pak Hendra masuk ruangan bersama dengan beberapa orang lagi. Mereka saling berkenalan.

Dan Vani memulai presentasinya. Ketika mulai membicarakan produk, ia mulai melupakan dua gadis sexy tadi. Perhatian dan konsentrasinya tertuju pada materi yang dibawakannya. Sekali-sekali ia melucu untuk menyegarkan suasana dan akhirnya memamerkan contoh laporan dan analisa hasil. Nampaknya semua terpesona melihat buku laporan berikut CD hasilnya. Hmm, Vani sedikit berbesar hati. Presentasi dan tanya jawab berlangsung 45 menit dan diakhiri dengan kelegaan Vani. Biarlah kompetitornya sexy dan cantik, tapi lihatlah hasil akhirnya, biar tangan Tuhan yang bekerja.

***********

Vani sedang menikmati cappuccino hangatnya ketika Wina datang, lama-lama anak ini sering banget kesiangan.

“Pagi, Mbak. Sori kesiangan nih, biasaaa anakku rewel gak mau ditinggal,” cerocosnya sambil meletakkan bokongnya yang montok di kursinya. Psssst, kursinya langsung bereaksi.

“Sekali lagi kamu kesiangan dapat piring besok,” gerutu Vani. Anak buahnya itu bukannya tersentuh malah ngakak.

“Eh, gimana presentasi kemaren, Mbak?” Tanya Wina sembari menghidupkan laptopnya.

“Eiitss, kamu dulu yang laporan! Gimana dengan PT. Komunikasi Satu Arah, jadi kerjasama gak?”

“Hoho… tenang, Bu… Tentu saja mereka jadi kerjasama. Nih perjanjiannya, tinggal dibaca terus tandatangan, deh,” ujar Wina. Tangannya segera merogoh-rogoh tasnya yang segede keranjang belanjaan dan memberikan berkas MOU ke Vani.

Vani membolak-balik MOU itu. Hmm, standard lah gak masalah. Dilemparkannya berkas itu ke mejanya.

“Eh, trus gimana Baterai Takkan Pernah Redup, Mbak? Goal gak? Wuih, ini kan proyek besar untuk awal tahun. Kalo goal kan asyik, Mbak?” desak Wina melihat Vani santai saja.

“Gak tau tuh. Kalo kelihatannya sih mereka tertarik banget lihat cara kerja dan bentuk laporan kita, tapiii…,” Vani menerawang.

“Tapi kenapa, Mbak? Harga kemahalan?” Wina penasaran.

Vani meneguk cappuccino nya perlahan, sengaja biar Wina makin penasaran.

“Saingan kita Win, aku gak tau dari mana, tapi duuhhhh… penampilannya. Sexy luar dalam!”

“Lhah, apa hubungannya, Mbak?”

Ih, Wina ni kadang-kadang gak nyampe juga deh! Heran, kok bisa juga dia jualan ya melihat tampang “lugu”nya begitu?

“Ya jelas ada hubungannya, Nooon!!! Coba sekarang kamu bayangkan jadi Pak Hendra, trus mendapat dua penawaran yang sama persis baik harga, mutu, maupun bentuk laporan,” Vani berhenti sebentar menyeruput cappuccino nya lagi, “Nah, yang satu marketer nya sexy, montok, cantik dan berani. Trus satu lagi biasa-biasa aja, cenderung konservatif cuma modal pede. Nah, mana yang akan kau pilih?”

Wina memiringkan kepalanya. Mulutnya menganga trus menutup lagi, menganga lagi, menutup lagi. Vani jadi gregetan.

“Ayo, Win, apa pilihanmu? Harus obyektif! Keluarkan dulu rohmu dari ragamu, lalu masukkan roh Pak Hendra ke dalam ragamu. Nah, apa jawabanmu?”

Wina makin bingung.

“Rohnya Pak Hendra jauh, Mbak, di Cibitung sana, gimana masukinnya?”

“Aaarrghhh, pura-pura aja, Wiiinnn!!!”

“Hmm, kalo aku jadi Pak Hendra ya pasti pilih yang sexy. Lumayan, proyek sukses, pemandangan indah juga dapet, apalagi nanti pas hari H, bisa berdampingan terus ma Si Sexy itu, he…he…”

Vani menenggak habis cappuccino nya sampai habis. Huh, kejujuran seringkali menyakitkan!

***********

Hari ini berlalu dengan menjemukan. Telpon terus berdering, menanyakan produk sekaligus complain. Wina entah sudah ngabur ke mana, sementara anak-anak lain nyaman di kubikel masing-masing.

Tiba-tiba terbersit di benaknya untuk mengubah penampilan. Selama ini baju kerjanya hanya itu-itu saja, potongan baju three peaces. Blouse, blazer, dan celana panjang. Warna-warnanya pun netral, hitam, biru tua, coklat, krem, hijau tua, tak ada satupun bajunya berwarna orange atau kuning atau ungu atau ……

Ia tersenyum cerah. Nanti sore akan diajaknya Wina ah jangan, dia pasti meributkan bayinya, lebih baik mengajak Ika saja ke mal dan ia akan memperbaharui penampilannya. Segera ditelponnya Ika.

“Allo, Ka.”

Yes, Mam?”

“Ntar sore temenin aku ke mal yuk?”

“Weits, asyiikkk. Mo blanja, Bu?”

“Gak, liat-liat aja kok.”

“Siipp, dengan senang hati apalagi kalo dinnernya dibayarin wakakaka…”

“Ih, kamu tuh, nolong sekali aja minta pajak!”

Just kidding, Mam! Tapi kalo ditraktir beneran gak nolak siiyyy….”

“Iya, ntar kutraktir deh,” ujar Vani lalu menutup telepon. Gak rugi deh ajak pergi Ika karena ia tergolong berani juga dalam berpakaian, paling tidak Vani bisa minta saran padanya.

Segera setelah pulang mereka meluncur ke mal. Tujuan utama langsung ke busana wanita. Mereka berdua memilih-milih busana. Ups, ternyata salah juga mengajak Ika ke sini, pilihannya ampuuunnn….. sexy semua!

“Lho, katanya Ibu mo tampil beda, ya harus berani dong, Buuu,” bujuk Ika sembari mematut-matut blouse tipis nan menggoda. Lha, yang mo belanja kan aku, kok dia yang heboh fitting? Gerutu Vani salam hati.

“Beda sih beda, tapi jangan ngablak begitu dong?” gerutu Vani. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada deretan tube top warna-warni. Diliriknya Ika, ah ia masih sibuk mematut-matut di depan kaca. Vani segera meluncur ke deretan tube top itu.

Terpampang di hadapannya sederet busana hemat kain itu. Ada yang berkerut di pinggang, ada yang kerut di dada, pas badan, bertali, berpita, berban besar kecil, simetris dan asimetris, bahkan ada yang hanya pas menutup dada. Suit…suit….siapa yang berani pakai, ya?

Tiba-tiba matanya tertuju tube top warna pastel dengan ban lebar di batas dada dan tali serut di pinggang. Vani segera mengambil tube top itu dan membawanya ke fitting room. Dipatut-patutnya di depan cermin. Hmm, dipadukan blazer warna maroon tentu akan sangat menarik. Bolehlah yang satu ini, gak terlalu sexy namun juga gak ketinggalan jaman. Bungkuuss….

**************

Senin pagi yang cerah tiba. Vani memarkir mobilnya di pelataran kantor. Penuh percaya diri ia melenggang memasuki lobby. Pandangan mata teman-temannya mengikuti lenggak-lenggoknya.

“Waaahh, Mbak Vani, cantik banget, sexy lagii,” seru Dina dari balik meja resepsionis.

“Nah, ini baru sexy, up to date, fashionable, and beautiful,” goda Ika. Vani mengerucutkan bibir padanya.

“Tampil beda nih, Van,” sapa Maria boss akunting sambil membelai rambut Vani yang sekarang keunguan.

“Iya, nih, Mbak. Bosen kan tampil konservatif melulu,” jawab Vani riang lalu segera menuju ruangannya. Hatinya berbunga-bunga penuh semangat. Ternyata tampil beda bisa membuat semangat kerja meningkat. Di ruangan tampak Wina yang sedang membaca berkas entah apa. Matanya terbelalak menatap penampilan bossnya. Vani pun memutar badannya bak peragawati lalu berlenggak-lenggok di depan Wina.

“Wuiih, cantik sekali, Mbak. Gitu dong, jadi seger nih pemandangan,” ujarnya terpesona.  Vani tertawa. Tiba-tiba ponselnya berdering.

“Ups, Pak Roni, Win! Mudah-mudahan bawa berita bagus nih! Halooo, slamat pagi, Pak,” sapa Vani menjawab panggilan ponselnya. Sesaat terdiam namun kemudian senyumnya cerah.

“Baik, Pak. Sekarang juga saya meluncur ke sana, kurang lebih satu jam saya sudah tiba, Pak. Byee,” Vani menutup pembicaraan. Wina yang sedari tadi tak bernafas menatap Vani penuh harap.

“Gimana, Mbak?”

“Buruan, Win, kita ke Baterai Takkan Pernah Redup, Pak Hendra mengundang kita untuk finalisasi penawaran. Duh, mudah-mudahan goal yaa.”

Bergegas mereka menuju ke mobil Vani. Kali Vani sungguh percaya diri, dengan penampilan barunya tentu gak kalah menarik dengan para kompetitor mereka. Harga bersaing, penampilan pun bersaing. Aahh, proyek satu milyar menari-nari di depannya.

Tak sampai satu jam kemudian mereka sudah duduk manis di lobby yang sejuk. Pintu ruang meeting utama menutup rapat. Hmm, mungkin kompetitornya sudah lebih dulu datang. Vani merapikan rambut ikal sebahunya dan Wina menarik-narik blusnya yang sedikit kekecilan agar perutnya tak mengintip.

“Win, jangan-jangan saingan kita sudah di dalam, tuh, yang sexy yang aku ceritakan ituu,” bisik Vani. Wina terkikik.

“Yang rambutnya kayak abis main layangan itu, Mbak? Hihihihi.”

“Hush! Tapi sexy, Win. Pak Hendra pasti termehek-mehek tuh,” ujar Vani ketus.

“Alaa, Mbak, jangan parno dulu. Belum tentu mereka yang dapat proyek, apalagi Mbak kan sekarang udah tambah cantik, rambut keunguan, tube top manis, blazer maroon, sepatu tujuh senti….”

“Ssst, jangan berisik ah! Malu kedengaran resepsionisnya. Tuh kan dia senyam-senyum,” gerutu Vani padahal hatinya senang bukan kepalang.

“Hihihi…. Mbak Vani parno, ah!”

Gurauan mereka terhenti begitu melihat pintu ruang meeting terbuka. Daann…. Sekali lagi Vani disuguhi pemandangan nan sexy di depannya. Kali ini Si Rambut Kuning Coklat memakai legging hitam dipadukan blouse putih yang lagi-lagi super duper tipis dengan blazer hijau pandan. Lalu Si Rambut Merah memakai rok span merah dengan blouse hitam berenda namun berdada rendah dan blazer merah juga. Tas dan sepatunya juga berwarna merah, juga bibirnya, pipinya, matanya eh yang ini bohong! Dengan senyum genit dan suara merdu merayu mereka mengucapkan salam perpisahan pada pejabat personalia itu. Dari suara tawa dan bahasa tubuhnya nampak bahwa mereka sangat puas dengan pertemuan barusan. Itu berarti…. Ahh… mereka yang mendapatkan proyek itu! Vani lemas. Lagi-lagi Terrajana mengiringi langkah mereka. Pinggul bergoyang-goyang rasa ingin berdendang. Huh!

Vani sedikit melempar tatapan merendahkan ketika kedua wanita penuh warna itu melintas di depannya. Biar mereka tau, bahwa keberhasilan mereka bukan karena kualitas namun karena sensualitas! Huh!

Mendadak pinggangnya nyeri karena disikut Wina. Namun Vani tidak sempat marah karena Pak Roni sudah menyuruhnya masuk ke ruang meeting, sementara Pak Hendra sudah tidak kelihatan.

“Wah, penampilan baru, nih,” goda Roni. Vani tersipu. Wina terkikik melihat bossnya tersipu. Vani mendelik ke arahnya.

“Van, kayaknya penawaran kamu kemahalan, deh. Barusan Pak Hendra ngitung lagi dengan bagian keuangan, tapi kayaknya gak masuk budget tuh,” ujar Roni. Vani langsung lemas, benar kan, kedua perempuan berwarna itu sudah memenangkannya. Oh, percuma saja dia mengubah penampilan. Segalanya sudah terlambat!

“Wah, kita sudah berikan harga yang terbaik, lho, Pak,” cerocos Wina melihat bossnya tergagap-gagap. Pada saat itu Pak Hendra memasuki ruangan. Vani segera menyalaminya lalu Wina.

“Barusan saya sudah sampaikan ke mereka, Pak, kalau penawaran mereka tidak masuk budget kita,” kata Roni menjelaskan kepada bossnya.

“Iya, Van. Kecuali masih bisa diturunkan barang lima persen bisa saya usahakan untuk masuk,” ujar Pak Hendra. Lima persen? Itu kan nyaris lima puluh juta! Huh, sebetulnya sih masih masuk akal, karena dari harga yang ditawarkan Vani sudah mark up tujuh setengah persen untuk berjaga-jaga apabila mereka menawar. Dan ternyata memang mereka menawar. Eits, tapi jual mahal dulu dong, jangan langsung diberikan.

“Mm, lima persen? Sebentar ya, Pak coba saya hitung,” jawab Vani. Jemarinya berlagak sibuk menekan-nekan di ponselnya.

“Wah, rasanya agak terlalu riskan buat kami, Pak. Tapi kalau dua setengah persen kami masih berani,” katanya dengan lagak serius padahal jantungnya berlompatan. Pak Hendra ikut-ikutan memencet ponselnya.

“Lima persen, Van. Ini sudah keputusan dari manajemen, kalau gak bisa yah terpaksa kami putuskan untuk memilih yang lain.”

Lho, jadi belum goal juga dengan perempuan berwarna tadi ya? Vani baru sadar. Wah, kalau begitu harus direbut nih!

“Coba saya hitung lagi ya, Pak. Tapi pekerjaan kami bagus lho, Pak. Semua kami pertanggungjawabkan dan kami kerjakan sendiri, tidak ada yang kami sub ke tempat lain,” jelas Vani mencoba usahanya yang terakhir.

“Iya, soal itu saya yakin sekali. Referensi dari perusahaan lain juga sudah cukup memuaskan, hanya saja saat ini kami sedang cost down. Cobalah kau hitung lagi,” jawab Pak Hendra. Vani mulai lagi berlagak menghitung. Potongan lima persen jelas tidak masalah, bahkan masih di atas margin keuntungan.

“Baiklah, Pak Hendra, demi kerja sama yang saya harap bisa berlangsung berkesinambungan ini, potongan lima persen bisa kami berikan.”

Terdengar hembusan lega di sekitarnya. Oh, rupanya Wina dan Roni sangat mengharap juga nih. Pak Hendra segera menyalami Vani dan Wina.

“Roni akan segera menyiapkan draft kerjasamanya. Kalau bisa ditunggu sebentar bisa langsung dibawa dan dipelajari. Terimakasih atas kehadirannya,” ujar Pak Hendra lalu meninggalkan ruang meeting disusul oleh Roni.

Begitu keduanya meninggalkan ruang meeting, Wina langsung bersorak tertahan dan Vani mengangkat kedua lengannya tinggi-tinggi.

“Yes! Yes! Yes!” serunya.

Tapi oooh, begitu Wina mengangkat kedua lengannya, tube top barunya melorot! Kyaaa, Vani langsung panik. Wina terkikik-kikik geli sementara Vani sibuk membenahi bajunya.

“Aduh, Win, kok bisa melorot sih? Rasanya tadi kencang sekali kok. Untung mereka sudah tidak ada di ruangan,” ujarnya malu. 

“Kikikiki….. untung gak pas lagi presentasi ya, Mbak, kikikiki……,” ujar Wina di sela tawanya. Vani bergidik ngeri, membayangkan tube topnya melorot saat berdiri di depan …… kyaaaa…. Mengerikan! Sumpah, dia takkan lagi mau memakai baju macam begini. Vani jadi tak berani bergerak berlebihan, khawatir melorot lagi.

Tak lama kemudian Roni memberikan draft perjanjian kerjasama untuk dibawa. Wina menerima lalu memasukkannya ke dalam tas.

“Boss, yang tadi itu dari mana? Kok kayaknya mereka girang sekali, kukira mereka yang memenangkan tender ini,” Tanya Vani dengan pura-pura tak peduli. Roni mengerutkan dahi sejenak lalu tertawa.

“Ooh, tadi itu bukan competitor kalian. Mereka dari asuransi dan mereka memang memenangkan tender asuransi untuk tahun ini.”

Vani terbelalak. Asuransi? Itu sama sekali bukan kompetitornya, aah sial! Sia-sia dia berdandan aneh-aneh demi memenangkan tender ini, ternyata tak perlu mengubah dandanan untuk sebuah prestasi.

“Ooo, mereka dari asuransi kesehatan, ya?” timpal Wina, matanya mengedip nakal pada Vani.

“Iya, ini kali pertama kami bekerjasama dengan mereka untuk menggantikan asuransi yang lama.”

Sial! Bisik Vani dalam hati, malu hatinya sudah berdandan repot-repot bahkan sampai melorot. Namun kini ia sadar, tak perlu meniru-niru orang lain hanya untuk merebut simpati atau mendapatkan sesuatu. Toh dengan tampil apa adanyapun dia bisa mendapatkan proyek hampir satu milyar. Yang penting adalah percaya diri, kemampuan intelektual, dan kualitas. Penampilan tetap harus optimal namun tak perlu berlebihan.

Vani berniat memuseumkan tube top yang tidak anti melorot ini. Gak kan pernah lagi ia memakai pakaian memalukan ini. Be yourself! Itulah motonya sekarang.

HIKMAH:

1.      Percaya diri adalah modal utama untuk sukses.

2.      Tak perlu meniru gaya orang lain karena belum tentu sesuai dengan kita.

3.      Mengikuti trend harus disesuaikan dengan pribadi kita, jangan sampai tersiksa karena tak nyaman hanya demi mengikuti mode.

4.      Be your self! Jadilah diri sendiri, karena tiap pribadi mempunyai keistimewaan.

5.     Mengambil kesimpulan sendiri tanpa didasari fakta seringkali merugikan.

Artikel ini gak jadi diikutsertakan pada Kontes Unggulan Cermin Berhikmah di BlogCamp, soale puanjange melebihi sepur Jakarta – Surabaya 😀

24 tanggapan untuk “Tube Top

  1. Kayaknya pengalaman pribadi. Hihihi

    Choco:

    Heeii, kau kok belom tidur? Aku lagi mumet ngerjain laporan malah ndobos 😦
    Bukan pengalaman pribadi kok, hanya terinspirasi… 😀

    (Huwaaa, piye ki laporan lom selese padahal hrs email besok 😥 )

  2. Woewwww,, Cerita berlatar dengan kegiatan bisnis,, jarang nich Mbak, dan sangat menarik sekali untuk disimak,, apalagi di bagian bawahnya, ada summary hikmah,,, wah lengkap dech,,

    Salam kenal dan salam semangat selalu

    Choco:

    Haaiiii Joe, salam kenal makasiy ya dah mampir 😀

    Wah, jadi GR nih daku 😀 tapi sayangnya gak lolos seleksi kontes nih 😥

  3. Cerita menarik dan hikmah dalam cerita sangat penting.
    Setuju dengan point2 dalam hikmah, cocok untuk saya 🙂

    Choco:

    Hahahhaa…. sama, Jeng… maklum perempuan rela tersiksa demi mengikuti mode 😀

  4. Artikel anda belum memenuhi syarat sebagai cermin, terlalu panjang.
    Silahkan menulis artikel lain sehingga memenuhi kriteria K.U.C.B
    Harap maklum adanya
    Terima kasih
    Salam hangat dari Markas NewBlogCamp di Surabaya

    Choco:

    Whuaaaa, mesti nyari ide lagi…. 😥

    Tapi emang kepanjangan kok hihihihihihi……

  5. Tinggal motong atau ngrapikan dikit Mbak…
    Yang bikin panjang itu karena mlorotnya tadi itu…
    Selamat merevisi.
    Proposal aja bisa direvisi, apalagi cerita, pasti lebih bisa.

    Choco:

    Hahahaha…..justru mlorotnya itu yang mengandung hikmah jeh, Pak’e 😀
    Baiklah Pak, segera saya revisi 😀

  6. panjangnyaaaaaaaaaaaaa…. tapi asik banget dibacanya sist, hehhee…
    apakah tube top nya bisa kupinjam sekali2?? hihihi.. *dijitak sist cho*

    yup, jadi diri sendiri itu lebih menyenangkan, karena kita diberikan kelebihan dan kekurangan masing2, setiap kita adalah unik.. 🙂

    kenapa gak dikirim ke majalah aja sih ini, cermin kepanjangan… 😦

    Choco:

    Hmmm…ngebayangin dirimu pake tube top.. oohhh….. 😀

    Sudah tak kirim ke Majalah Dinding dibilang kepanjangan jugak 😦

  7. setuju sama mbak iyha. panjaaaaang tapi enak dibaca bu piet,
    aku suka dan bikin gregetan penasaran mau tahu Vani menang tender apa gak. walau kek di pilem2 ituh, jagoan pasti menang..
    tapi teteup aja mbikin penasaran

    ayoh buuuu mbikin yang lebih minnni lagi.
    mini ceritanya, bukan baju tokohnya yah
    huehehheheheee…..

    Choco:

    Hahahaha…. kalo yang ini jagoannya menang tapi pake malu dulu 😆
    Lagi cari ide lagi nih, Riani 😀

  8. panjaaaang banget ,Mbak Choco…….
    tp asik bacanya …….
    menjadi diri sendiri memang lebih mengasikkan,
    dan kita gak perlu ngikutin trend krn hanya ingin dibilang moderen ya ……..
    semoga beruntung di kontes nya PakDhe ini ……… 🙂
    salam

    Choco:

    Iya nih, Bunda, kepanjangan jadi gak lolos seleksi KUCB 😦

    Yang modern itu belum tentu sesuai dengan pribadi kita ya, Bun 😀
    Salam sayaaang….

  9. hehe percaya pada kemampuan diri aja ya.. gak semua orang menilai hanya dari penampilan tapi lebih melihat kulitasnya,, begitupun dalam pekerjaan ya mbak 🙂
    sukses selalu..

    Choco:

    Betul, Ne, penampilan ok tapi gak berkualitas ya repot juga 😀
    Sukses juga buat Ne…

  10. Ceritanya asik.
    Be your self, ya jadilah diri sendiri karena terlihat bagus pada orang lain belum tentu bagus juga buat kita.

    Sayang yah artikel yang menarik ini kepanjangan, hingga gak bisa diikut sertakan pada kontesnya Pak De.
    Semoga masih bisa berkesempatan buat ikut acara diBlogCamp yah.

    Salam.. .

    Choco:

    Iya Bang, kadang kita kagum melihat penampilan orang lain dan ingin menirunya. Padahal lom tentu cocok ya 😀
    Hehehehe…. gak lolos seleksi niy, nanti cari ide lagi deh. Makasiy yaa…. 😀

    Salam hangat

  11. Seandainya tulisan ini masuk di KUCB tentunya juri binggung menilainya karena semua tulisan pesertanya nya panjang panjang 😆 btw, kalau tube top itu enak koq kalu dipake karena aku bisa melihat dengan lebih mendelik lagi 😯 biasalah mata orang lelaki.

    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

    Choco:

    Apa? Enak dipakai? Jadi kau sudah pernah mencobanya, Bli? :mrgreen:

    Iya nih, kepanjangan 😀

    Salam hangat jugak dari Bogor 😀

  12. baru sekali kalinya aku mbaca cerita panjang tapi betah gini
    asik sih nyeritainnya
    lha koq gak jadi diikutkan acara pakdhe sist?

    Choco:

    Ditolak niy ama Pakde, soale panjaaaaaaaang banget. Lha kontesnya aja CERMIN 😀

  13. iya lho, aku juga ga ngerasa bosen mbacanya dari awal mpe tuntas,
    gpp lah klo ga bisa ikutan kontes, panjangin lagi aja sekalian buat cerpen xixixi … keren lho 🙂

    Choco:

    Aduuuh, makasiy ya semangatnya 😀 jadi malu nih….

  14. Euh…. setelah membaca itu… masih bingung… tube top itu apa ya? 😎

    Choco:

    Tube top itu sejenis dan sebangsa dengan kemben, namun usdah termodifikasi dengan indahnya 😀

  15. saya mencium aroma pengalaman pribadi di sini :mrgreen:

    saya juga ndak mudheng tube top ki mbak, mbok pake ilustrasi, sukur-sukur yang melorot *plak!*

    Choco:

    Bukan kok, Mas, saya hanya terinspirasi melihat kompetitor yang warna-warni 😀

    Kuwi sejenis kemben, Mas! Hayah, le nggolek angel 😀

Tinggalkan Balasan ke 'Ne Batalkan balasan