Mia melangkah meninggalkan sekolahnya yang sudah sepi. Barusan dia dipanggil ke BP, biasaaa ketahuan makan lumpia di kelas. Sudah dua kali Mia kepergok Bu Erin, guru paling judes sedunia. Heran deh, Anton yang makan burger aja gak ketahuan. Trus Lydia makan donat juga selamat. Cuma dia aja yang kepergok, dasar lagi sial!
Sampai di gerbang sekolah, Mia kaget bukan main. Dengan tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Belum hilang kagetnya sesuatu yang hangat dan basah mendarat di pipinya, cup! Hah, pipiku dikecup orang? Mia langsung balik kanan. Seraut wajah konyol menatapnya nyengir. Spontan Mia mengangkat tangannya hendak menampar, tapi cowok itu lebih gesit. Ditangkapnya tangan Mia, kontan saja Mia berontak. Matanya melotot marah.
“Apa-apaan sih, kamu? Gila ya?” bentak Mia. Si Cowok nyengir memperjelas belahan di dagunya. Sesaat Mia berdebar.
“Kan kamu yang menginginkan, Non?” balas si Cowok santai.
Edan betul cowok ini, batin Mia. Kepalanya berdenyut-denyut serasa mau meledak karena marah. Demi Tuhan, cowok ini memang gila! Mulut Mia membuka tapi gak sepatah katapun keluar. Darahnya sudah naik ke ubun-ubun. Tapi cowok itu malah mengulurkan tangannya.
“Kenalkan, kebetulan nama saya memang Boy,” katanya. Mia bengong. Kebetulan? Apa maksudnya? Langsung saja dia berbalik meninggalkan cowok gila itu. Tapi suara baritone itu memanggilnya.
“Tunggu, Manis! Kamu pengen dikecup orang lagi, ya? Untung yang kecup kamu barusan cowok keren, coba kalo orang gila beneran?” serunya.
Mia heran sekaligus ngeri. Langkahnya terhenti dan kembali berbalik menatap manusia tampan itu. Si Cowok menghampirinya kemudian mengulurkan tangannya melewati bahu Mia. Gadis itu mundur selangkah, matanya mendelik marah.
“Mau apa kamu?” bentaknya galak.
“Jangan marah dulu, Non. Ada sesuatu di punggungmu, Anak Manis,” ujar Si Cowok.
Mia cepat meraba punggungnya. Astaga, ada secarik kertas menempel di punggungnya. Cepat dia melepas kertas itu. Tampak tulisan dengan spidol merah “Please, Kiss Me, Boy…!“
Merah padam wajah gadis itu. Matanya berkaca-kaca. Tanpa berkata apa-apa lagi ia lari meninggalkan cowok itu. Tak dipedulikannya panggilan manusia tampan itu. Segera ia loncat ke dalam bus yang kebetulan berhenti.
Sampai di rumah baru Mia ingat kalau ia dijemput Pak Bejo sopir Papa. Pasti Pak Bejo kebingungan. Tapi ia gak peduli. Cepat ia ke wastafel mencuci mukanya. Dia kesal sekali tapi juga gak berdaya. Siapapun orang yang iseng menempelkan tulisan itu di punggungnya gak akan mau mengaku. Mungkin anak di kelasnya, tapi mungkin juga anak kelas lain. Yang heran kenapa guru BP tidak melihatnya ya? Ah, kesal sekali Mia. Besok sekalipun ia seharian mencak-mencak di lapangan basket, tak seorangpun mau mengaku. Ia sendiri pernah iseng menempeli punggung Rudi, gara-garanya gak boleh pinjam tip ex nya. Ia tempel punggung Rudi dengan secarik kertas bertuliskan “NI COWOK PELIT BANGET, DEH.” Anak-anak cuma ketawa waktu itu. Sekarang ia sendiri kena karmanya. Huh, sebel!
Sehabis mencuci muka Mia langsung tidur. Emang kebiasaannya kalo lagi suntuk berat ia tidur. Setelah itu pasti dingin kembali kepalanya.
*****
Sepanjang hari ini Mia termenung. Masih terasa hembusan napas hangat di pipinya. Hiiy, tanpa sadar ia mengusap pipinya keras-keras.
“Kenapa, Mi? Lagi sakit gigi, ya?” Tanya Monik. Si Montok itu langsung mendaratkan bokongnya di sebelah Mia.
“Gak. Aku habis dicium cowok, Mon!”
Sejenak Monik melongo trus terbahak-bahak. Teman-temannya menoleh semua.
“Monik lagi kumat, tuh!” seru Andin.
“Moon, kamu seksi deh, kalo lagi ketawa keras gitu!” tambah Miki. Anak-anak ketawa semua. Monik langsung diam.
“Rasain!” ujar Mia, “orang lagi berduka cita kok malah diketawain.”
Monik nyengir. Matanya yang sipit makin nampak seperti garis ditelan pipinya yang chubby.
“Dicium doi, Mi? Kan enak tuh, kok malah bingung?”
“Siapa bilang dicium doi? Aku dicium BOY, tau gak?”
“Boy? Boy siapa?” Tanya Monik bingung.
“Ituu, Boy yang bintang film ituuu! Kemaren aku ketemu di jalan trus doi ngecup aku, apa gak sebel tuh?”
Monik makin melongo. Sekarang pipi chubby nya semakin membulat.
“Ketemu Boy di jalan? Trus kamu dikecup? Kok malah sebel?”
“Iya, sebel! Abisnya yang ini Boy kena bom, sih!” ujar Mia lalu ngeloyor pergi. Monik makin lebar mulutnya. Coba ada kodok lewat, pasti keselek tuh anak.
Di pintu kelas Mia tabrakan dengan Fani, sobat kentalnya dari kelas sebelah.
“Hai, Mi! Kebetulan, aku emang lagi cari kamu!” seru Fani.
“Ada apa? Keluar, yuk, Pak Anton gak ngajar hari ini,” ajak Mia. Keduanya berjalan keluar.
“Mi, sepupuku yang sering aku ceritain itu baru datang dari Kanada. Mau ku kenalin? Cakep, lho. Doi orangnya keren, pinter, rada sinting tapi baik hati dan tidak sombong, serta rajin menabung. Mau ya, aku kenalkan? Namanya Josh,” cerocos Fani tanpa henti. Heran, semangat sekali dia ya? Mia nyengir, sobatnya ini memang sedang giat mencarikan pacar buat Mia sejak Mia putus dengan Doni.
“Mana ada orang ngomong jelek tentang keluarganya? Apalagi kalo lagi dipromosiin ke temen, yang baik-baik aja, deh yang diomongin. Padahal siapa tau doi punya koleksi cewek bule segudang?” goda Mia.
“Eeh, aku serius. Doi orangnya keren. Pokoknya ntar sore jangan ke mana-mana. Aku ke rumahmu, ya. Awas kalo ngabur!” ancam Fani sambil berlari ke kelasnya. Mia tertawa geli. Bu Erin menatapnya dari jauh, cepat-cepat Mia masuk kelas.
Sorenya Mia pura-pura menyiram tanaman. Padahal dia sedang menunggu Fani. Dalam hati ia berharap semoga saja sepupu Fani emang keren. Bukan apa-apa, ia memang suka cowok keren, bikin mata sehat.
Semua bunga, rumput bahkan pohon mangganya pun sudah disiram, bahkan nyaris banjir, tapi Fani belum datang juga. Uh, sebel. Mia kesal lalu segera masuk rumah. Slang air ditinggal begitu saja. Nanti pasti ada yang beresin, nah tuh kan, Mang Udin sudah mulai menggulung slang.
Baru saja kakinya melangkah ke ruang tamu, terdengar suara klakson mobil. Mia pura-pura gak dengar. Tapi suara Fani menghentikan langkahnya. Fani berlari-lari kecil menghampirinya. Lho, mana sepupu kerennya itu?
“Halo, Mi. Duh, cakepnya kamu sore ini. Tumben gak ngabur. Jangan kuatir, doi kuajak, kok. Sebentar dia lagi parkir mobil. Masuk, yuk?” ajak Fani. Lho, Mia bingung. Emang yang punya rumah siapa sih? Tapi Mia nurut aja. Fani emang super duper cerewet.
Terdengar suara pintu mobil dibanting. Fani keluar lagi.
“Yuk, masuk, Josh!” serunya.
“Joshua, ini Mia, Mi, ini Josh,” ujar Fani memperkenalkan mereka ketika keduanya masuk. Mia menatap seraut wajah tampan itu dengan mata tak berkedip. Dagu terbelah itu! Pipi Mia memucat. Gak salah lagi! Si Cowok juga kaget, tapi cepat menguasai diri. Ia nyengir lucu. Josh? Boy?
“Hallo, Mia. Rasanya kita sudah pernah bertemu ya?” kata Josh riang. Mulutnya nyengir terus. Mia menatapnya dengan marah lalu berlari masuk.
“Lho? Miiii…!” teriak Fani. Ia menoleh ke arah Josh dengan bingung. Sepupunya itu hanya mengangkat bahu. Cepat ia menyusul Mia ke kamarnya. Diketuknya kamar Mia yang terkunci.
“Mi, apa-apaan ini? Buka pintu, dong!” seru Fani.
“Gaak, kalo sepupumu itu belum pulang!” balas Mia.
“Josh? Ada apa dengan Josh? Ayo Mi, keluar, dong!”
“Tanya aja sama dia. Mendingan kamu pulang aja, Fan. Ntar kalo dia udah cerita sama kamu, boleh kamu balik lagi!”
“Ok! Tapi aku gak suka caramu, Mi! Aku pulang!” teriak Fani. Tersinggung juga dia. Seumur-umur belum pernah ia diusir orang.
Mia mendengar langkah-langkah kaki menuruni tangga. Beberapa menit kemudian ia mendengar suara pintu mobil dibanting. Akhirnya terdengar deru mobil menjauh. Mia terduduk lemas.
“Sorry, Fan. Tapi aku belum bisa melupakan pipiku yang malang ini,” gumam Mia. Dia merebahkan diri ke tempat tidur. Untung Papa dan Mama belum pulang, batinnya. Kalo tidak, hmm bisa runyam. Tanpa terasa Mia mulai tertidur.
*****
Mia bangun dengan kepala berdenyut-denyut. Diliriknya jam Hello Kitty di dinding. Hah, sudah jam tujuh, bisiknya. Bergegas dia bangun. Jam delapan nanti Papa dan Mama pulang. Mia gak ingin Mama bertanya macam-macam kalau tau ia tidur pada jam-jam aneh begini.
Setengah mengantuk Mia turun dari kamar. Ruang tengah sepi sekali, pasti Bi Nah sedang menyiapkan makan malam. Mia melangkah menuju ruang tamu. Di sana sejuk, karena di teras banyak sekali tanaman Mama. Masih sambil setengah menutup mata. Mia mengempaskan diri ke sofa. Benaknya menari-nari tak karuan.
“Miaaa,” panggil sebuah suara lembut. Suara itu terdengar jauuuuh sekali. Seperti ada dan tiada. Ah, aku pasti masih bermimpi, pikirnya. Diteruskannya impiannya tanpa memedulikan suara itu.
“Miaaa…,” suara itu terdengar lagi. Sama lembutnya dan sama jauhnya. Mia mulai takut. Hantukah? Ia membuka mata. Begitu pandangannya mulai focus, ia langsung terlonjak kaget. Matanya terbelalak melihat cowok sinting itu masih di situ. Dia bangun terduduk. Kantuknya langsung hilang seketika. Duh, Tuhanku, dia pasti melihatku tiduran di sini. Astaga, bajuku! Mia kalang kabut memperbaiki sikap duduknya.
“Ngapain kamu di sini?” tanyanya kesal.
“Aku mau minta maaf,” jawab Josh lirih. Mia bergegas berdiri hendak meninggalkan Josh. Tapi cowok itu menahan lengannya.
“Tunggu, Mia. Dua jam aku menunggumu di sini!”
“Salah sendiri,” ujar Mia ketus. Dikibaskannya tangan Josh dari lengannya. Dalam hati ia terharu juga. Sendirian di ruang tamu. Tapi pipinya? Mia melirik meja tamu dengan sudut matanya. Tampak segelas minuman ringan yang sudah tandas isinya. Oh, rupanya ada persengkokolan di sini. Kenapa Bik Nah tidak membangunkannya?
“Ok, aku memang bersalah karena mengecupmu. Tapi aku menyesal dan aku minta maaf, Mi,” ratap Josh memelas.
“Tapi kamu gila sudah mengecupku!” seru Mia dengan wajah panas. Malu ia mengucapkan kata itu.
“Mia, saat itu aku sedang suntuk berat. Sebetulnya aku mau jemput Fani, tapi dia gak ada. Kutunggu sampai sekolah usai, tapi dia gak muncul juga. Trus aku lihat kamu, lihat kertas di punggungmu. Aku memang usil, Mi. Karena kesal, kecewa, plus usilku itulah aku kecup kamu. Tapi aku menyesal, sungguh,” Josh berhenti menarik napas sebentar. Mia tetap diam membeku.
“Sekarang aku minta maaf. Aku gak mau pulang kalo kamu gak memaafkan aku. Setelah itu boleh kita gak saling kenal lagi, boleh kamu benci aku, tapi sekarang, maafin aku, please?” lanjut Josh memelas.
Mia mendongak menatap Josh. Wajah itu tidak konyol lagi. Matanya tertunduk sayu, ada kilas kejujuran di situ, Mia jadi luluh. Dia gak rela melihat cowok keren ini sedih. Menunggu dua jam, sendirian, gak ngapa-ngapain? Mia gak bisa membayangkan.
Perlahan Mia mengulurkan tangannya. Josh menatapnya ragu.
“Aku maafkan kamu, Josh,” ujar Mia lirih. Josh segera menggenggam tangan lembut itu dengan hangat. Senyumnya melebar, matanya berbinar-binar. Mia jadi berdebar-debar. Cepat ia menarik tangannya kembali.
“Makasih, Mi. Kamu memang baik,” puji Josh tulus. Matanya masih berbinar-binar. Mia juga masih berdebar-debar.
“Sebaiknya kamu ke rumah Fani, Josh. Bilang padanya kalo kita udah baikan, aku tadi bikin dia marah,” ujar Mia penuh penyesalan. Dia gak mau persahabatannya dengan Fani rusak gara-gara masalah ini.
“Pasti. Tapi betul ya, kita udah baikan. Lupain permintaanku tadi, ya? Sungguh aku gak bisa bayangkan kalo kita gak saling kenal lagi, kalo kamu benci aku,” pinta Josh dengan wajah memelas. Mia tertawa. Wajah Josh jadi seperti Bimbim, cucu Pak Bejo kalo sedang minta permen.
Mia melangkah ke pintu diikuti Josh. Di teras Josh membalikkan badannya. Di bibirnya tersungging sebuah senyuman.
“Mia, boleh dong aku kiss kamu lagi?”
BLAMM!!! Mia membanting pintu.
PS. Kisah ini pernah dimuat di majalah remaja “Ceria” sekitar akhir ’80 an (hihihihi, film Mas Boy masih sering diulang). Waktu itu aku masih remaja kinyis-kinyis 😳 Entah masih ada ato tidak majalah itu sekarang.
Huwahh lucu 😀 aku suka cerita kayak gini, hehehe,,,
hehehe jadi ingat masa sekolah mbak suka iseng nemplin kertas dipunggung teman. oh ya majalah ceria aku kok ga pernah tau ya
Wah, panjang untuk ukuran sebuah blog. Sebaiknya dibuat bersambung biar penasaran ^_^ Btw, selamat ya dah menang di KUCB. Salam hangat!
sya jg suka usiiiilll ^^
Wedeh abis minta maaf langsung minta cium (lagi)… saya jadi pengen…
Wakakaka… pantes berasa pernah membaca.
Kereeeeen… remaja banget.
ceritanya seru2 lucu, ABG banget ya ,Mbak Choco 🙂
Selamat ya Mbak jadi pemenang di KUCB …… 🙂
salam
langsung membayangkan saat dirimu masih remaja kinyis-kinyis…
*owh,, seksinyaaaaaaaa…* hihihi… 🙂
sip, ceritanya sist, oh mas boy… *emon mode : on *