Iseng Aja · Ketawa dulu

Duyung Dayani

Dikisahkan kembali berdasarkan penuturan Tirra Djoen. Sebuah kisah nyata.

Pekalongan, 1998

Tangisan pertama seorang bayi yang direnggut paksa keluar dari rahim ibunya, menggegerkan seluruh isi rumah. Seruan-seruan penuh haru dan syukur berkumandang. Seorang bayi perempuan yang sempurna, cantik. Sang Ibu menangis haru ketika si dukun bayi meletakkan bayi tu di dadanya, menyusu untuk pertamakalinya. Sungguh kuasa Tuhan, si bayi lahir dengan sempurna dan mudah, mengingat segala keterbatasan ekonomi yang membelenggu.

Di luar, kakak si bayi -seorang bocah laki-laki berumur 4 tahun- jongkok di halaman sambil mengorek-ngorek tanah. Seolah tak peduli peristiwa yang terjadi di dalam sana. Aku mengampiri Leto (Nama Tole sudah terlalu biasa), si bocah -anak Yu Sri- pembantuku.

“Le, adikmu udah lahir ya?” Sapaku ikutan jongkok di hadapannya. Semua orang sibuk dengan bayi manis di dalam, sementara anak ini sendiri. Leto hanya mengangguk seakan itu adalah peristiwa yang setiap hari terjadi, tak peduli.

Jenenge sopo?” (Namanya siapa?) Aku kembali bertanya.

“Duyung Dayani,” jawabnya sambil terus mengorek-ngorek tanah, entah apa yang menarik di situ. Aku agak sedikit terkejut, nama yang unik.

“Ooo, dipanggilnya Yani ya?”

Bocah itu menggeleng.

“Duyung Dayani.”

Aku tertawa kecil, bagaimanapun dia bocah 4 tahun.

“Iya, berarti panggilannya Yani? Apa Duyung?”

“Duyung Dayani!” Jawab Leto sedikit kesal. Aku setengah geli, ya sudahlah akupun meninggalkannya dan masuk ke dalam. Kutemui Yu Sri, kusalami dan kubelai bayinya lembut.

Jare Leto jenenge Duyung Dayani, apik temen to, Yu?”  (Kata Leto namanya Duyung Dayani, bagus banget, Yu?) Ujarku sambil dengan takut-takut menyentuh pipi si bayi. Sejenak Yu Sri bengong, lalu dengan terengah-engah tertawa geli. Menahan sedikit nyeri sisa persalinan. Lho?

Lho, kok ngguyu? Unik kok jenenge?”  (Lho, kok tertawa? Namanya unik kok) Tanyaku terheran-heran.

Sanes, Mbak, mangsude Leto Duyung Dayani niku durung diarani,” jawab Yu Sri sambil masih terkekeh-kekeh. (Bukan, Mbak, maksud Leto duyung dayani itu durung diarani).

Duyung Dayani = durung diarani = belum dinamai.

God! Meledaklah tertawaku. Bodohnya aku, anak 4 tahun tentulah masih sedikit cadel. Aku tertawa geli dan tentu saja dengan sangat malu.

:mrgreen: 😛

17 tanggapan untuk “Duyung Dayani

  1. hahahhaha aku udah siap-siap membaca sesuatu yang mengharukan loh…. HUH Tertipuuuuuuu
    kamu itu emang paling bisa deh nulis seperti begini! Hebat!

    Qiqiqiqi…maap, BuEm, apalagi kalo intronya yang mbaca Tante Maria Oentoe ya, bisa makin dramatis :mrgreen:
    Makasiy, BuEm 😳

    1. ssst katanya suaraku mirip Maria Oentoe loh hihihii

      Waa, pastiii, kalo gak seindah itu mana mungkin BuEm jadi penyiar andal di Jepang ya 😀
      Psst, lagian aku kan pernah dengar BuEm nyanyi 😀

  2. Duyung cepaca … duyung dayani (belum sepasar or 5 hari sehingga belum ditengeri/diarani). Kreativitas luar biasa jeng dari cadelnya si Leto. Selamat terus berkarya dan selamat berakhir pekan. Salam

    Wuehehehehhe… adike duyung cepaca 😀
    Ini kisah nyata lho, Mbakyu 😀 Selamat malam minggon, cari minuman anget-anget yuukk 😀

  3. duh bude, aku gak jadi baca sampai endingnya..
    jantungku gak kuat baca yang serem kayak begini.

    Bhuahahahaha…. eMaaaak, nanti kalo kena serangan jantung aku kasih napas buatan dech…. 😆
    (eh, kok napas buatan ya?)

  4. Ha hak……pasti cerpen berikutnya ceweknya dinamakan Lote ( kayak merk pupuh-obat tetes mata aja). Kalau Tole masih lesu pasti bilang ” Duyung Calapan ”

    Dulu ada tentara laporan : ” Lapor, Kapten…”, atasannya langsung menyalak : ” kalau laporan nama dulu, jangan langsung pangkat “.
    Bawahan mengulangi : ” lapor, Kapten….”.
    Atasan sudah mau menyalak lagi,Untung ajudannya mbisiki si atasan ” Maaf nDan, perwira itu namanya memang Kapten, pangkatnya baru Letnan satu ”
    (Gak lucu ya babahno)

    Salam sayank selalu

    Wkwkwkwk….sama kayak Pak Laksamana ya, Pakdee 😀

  5. wkwkwk… itu pekalongannya mana sihhh >_<
    aku punya adik Uwis Dayani 😆

    Whahahahaha…. itu mbacanya, nulisnya Euis Dayani ya, Mas 😆

  6. Wah. . .
    Kalau diitung2 sekarang anaknya udah kelas 2 smp tu ya mbak?
    *semoga anaknya jadi anak pintar*

    tapi, gara-gara kecadelannya yang artinya “belum dinamai” jadi sebuah nama. Hebat juga

    Waduh, nanti tak nanya Yu Sri dulu ya, Fariz 😀

  7. mau ngakak dulu aaaakh…… 😀 😀
    hahaahaaaa……….

    tak pikir , ceritane opo ki…cerita horor atau tragedi gituh….
    ternyata oh ternyata…………….tertipu daku…. hahahaaaaa 😀 😛
    salam

    HIhihihihi…tadinya mau bikin horor tapi takut sendiri 😛

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s