Karena kantorku bergerak di bidang jasa, maka libur lebaran hanya pada tanggal merah saja. Tidak ada cuti bersama seperti kantor-kantor lainnya. Nah, tentu saja cuti pun segera diatur. Sudah kutetapkan bahwa tiap departemen harus bergiliran cuti. Ada yang sebelum hari raya, ada juga setelah hari raya. Sehingga ada perwakilan di tiap departemen. Pengaturannya disepakati bersama dan dikoordinir oleh para koordinator. Selesai.
Pada suatu hari, sehari setelah hari raya, ada nomor asing menghubungi ponselku. Sebetulnya aku malas, tapi kuatir dari klien maka diangkatlah. Suara seorang Bapak yang sudah berumur terdengar. Rupanya beliau ayah dari salah satu staf, sebut saja Miss. R. Ngapain telpon? Meminta ijin agar anaknya boleh memperpanjang cuti sampai hari Minggu karena masih sakit. Kutanya, apakah dirawat di RS? Ternyata tidak, hanya di rumah saja. Gubrak bin gedebruk deh! Padahal seharusnya dia sudah masuk hari Kamis kemaren. Lha nambahnya banyak amat 😆
Bukannya berpikiran negatif, tapi memang ini adalah modus operandi beberapa staf di kantor 😆 Gak brani nelpon sendiri, maka ortunya yang diminta menelpon. Sesakit apakah dia sehingga tak sanggup menelpon? Atau sekedar sms? Jadi ingat semasa sekolah dulu, jika gak masuk sekolah maka ortu menitipkan surat 😆 Atau sekarang ini, kalau anakku sakit maka segera menelpon sekolah mengabarkan tidak dapat masuk.
Jiyan! Wong sudah dewasa, seharusnya bersikap profesional bukan? Aku malah jadi tidak bersimpati pada anak ini (meski andai sakit beneran) dan yang pasti mengurangi nilainya bukan? Kukatakan saja pada ayahnya, semoga lekas sembuh dan nanti potong cuti tahunan saja 😆
Nah, Miss. R, selamat menambah liburan ya. Jika nanti cutimu sudah habis, yaaah terpaksa deh cuti di luar tanggungan 😛