Ini sebetulnya gak penting banget siy. Perkara sebuah kata “jidat” yang entah mengapa aku gak suka mendengarnya. Kata ini sebetulnya biasa saja dan tentu sangat familiar ya? Aku aja yang merasa agak aneh untuk mengucapkannya Di lingkungan kerja, sekolah, di mana-mana kata ini sering diucapkan. Aku males siy cari referensi, apakah kata ini sudah masuk dalam bahasa Indonesia atau belum
Aku lebih suka menyebutnya “dahi” atau malah “bathuk” sekalian 😆 Nah, ternyata si jidat ini pun sering diucapkan oleh kedua malaikatku. Akupun mengeluarkan aturan untuk menyebut dahi atau kening untuk bagian wajah paling atas yang biasanya lebih lebar daripada bagian yang lain itu 😆
Tapi dasar anak-anak, semakin dilarang malah semakin sering diucapkan. Bahkan malah disengajain untuk diulang-ulang bila ada aku. Setelah itu mereka pun terbahak-bahak. Jiyan, bandel banget! Di antara kawan-kawan mereka di jemputan pun larangan mengucapkan kata “jidat” ini malah menjadi bahan lelucon. Kedua malaikatku sering sekali meledekku dengan mengatakan ini berulang-ulang. Herannya, aku gak marah malah ikut ngakak bersama mereka 😦 Gak konsisten blaz! Yah, pura-pura marah siy 😛
Sampai malam ini terjadilah obrolan berikut:
Cantik : Bunda, jidat Adek kejedot
Aku : Hush! Dahi!
(Jendral G tertawa ngakak)
Cantik : Bunda ini aneh, masa ngomong ji titik-titik gak boleh sih
Aku : Biarin, kan ada kata yang lebih baik
Cantik : Besok kalo Adek punya kucing mau Adek kasih nama Jidati. Trus manggilnya Jidati… ck..ck..ck.. sini Jidatiii…
Seluruh warga chocoLand mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas kepergian Uje kembali kepada Sang Pencipta. Semoga amal ibadah almarhum diterima di sisi Allah dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan. Amien.
Nah, aku mo bercerita, Kawan. Siapa sih yang tak kenal Mama Dedeh? Hampir setiap pagi meski disambi ini itu aku mendengar ceramah Mama Dedeh sekilas-sekilas. Biasa, setiap pagi kekasihku mendengarkan berita olah raga yang disambung acara Mama Dedeh, dan karena sambil mengerjakan banyak hal maka aku tak sempatlah mengganti saluran 😀
Betapa kondangnya beliau bukan? Tapi yang membuatku sangat heran dan takjub, pagi ini Mama Dedeh datang berceramah di mushola dekat rumah, tepatnya di blok rumahku! Undangan sudah dibagikan sejak seminggu yang lalu. Aku masih tak percaya. Mama Dedeh? Mau datang ke kompleksku yang di Jakarta Gembrobyos dan Bogor Minggir jauh ini? Yang musholanya kecil karena hanya untuk penghuni blok **?
Tapi ternyata benar! Tadi pagi Nenek sudah di mushola sejak jam 6. Acara pun didahului dengan pengajian. Mama Dedeh datang jam 8.30 dan berceramah hingga jam 11.00. Top ya? Sebetulnya aku ingin ikutan, tapi sayangnya aku tak punya dan tak bisa berhijab (ditambah lagi buta huruf) 😦
Semoga, para ustad dan ustadzah benar-benar fokus pada tujuan mulia mereka. Rela dan bersedia datang kepada siapapun yang mengundang. Tanpa peduli bayaran, tempat, dan siapa yang mengundang. Dan semoga apa yang mereka sampaikan adalah yang bermakna bagi seluruh umatnya tanpa mengecilkan sesamanya yang berbeda. Karena sesungguhnya, apa yang mereka kerjakan dengan ikhlas dan benar adalah tabungan untuk hari akhir 🙂
“Psst, dia sudah pulang. Tumben sore,” bisik tetangga kepada tetangganya.
“Iya, sejak kecelakaan itu dia selalu pulang malam,” sahut tetangganya. Keduanya langsung terdiam ketika Darto membuka pagar dan memasukkan mobilnya.
“Mari, Bu,” sapa Darto ketika menutup pagar. Tetangganya mengangguk lalu membuang muka. Darto tak peduli. Ia masuk rumah dan langsung ke kamarnya.
“Ah, Camelia, aku pulang. Hmm, cantik sekali kau hari ini,” puji Darto sambil membuka kemejanya. Ditatapnya tanpa berkedip wajah cantik yang selalu tersenyum itu. Hari ini gaunnya berwarna ungu muda. Camelia selalu cantik dengan baju apapun. Itulah sebab Darto sangat memujanya.
“Ini hari yang melelahkan, Sayang. Melihatmu, hilang sudah penatku,” bisik Darto pedih. Ia memeluk Camelia dan air matanya mengalir turun. Mannequin itu tetap tersenyum.
Hari ini entah mengapa malas sekali ngantor. Maka akupun memutuskan untuk sejenak meliburkan diri Menjelang siang, ketika perut mulai berontak akupun melangkahkan kaki menuju warung Yu Minah. Yaah, sudah lama sekali aku tak singgah ke sana. Sebetulnya kesal sekali aku pada Yu Minah. Bagaimana tidak, dengan sewenang-wenang ia menaikkan harga rujaknya tanpa pemberitahuan. Setelah naik menjadi tiga belas ribu, tiba-tiba sekarang menjadi enam belas ribu. Tapi berhubung setiap tanggal-tanggal begini (batja: tanggal tuwa) aku jadi vegetarian, ya wislah aku ke warung Yu Minah saja 😛
Setelah menyerukan salam, aku mendaratkan diri di bangku favorit dekat cobek Yu Minah yang segede gaban itu.
“Buatkan rujak ulek ya, Yu. Pedes tapi gak banget,” ujarku segera mengambil koran yang tergeletak di samping cobek Yu Minah. Asli, sengaja kulakukan ini untuk menghindari cipika cipikinya Yu Minah yang basah itu
“Jeng, kok sekarang jarang mampir sini to? Apa rujak saya ini sudah kehilangan pesona? Sudah ndak enak lagi?” tanya Yu Minah sedikit merajuk. Aku jadi sedikit merasa bersalah 😛
“Bukan gitu, Yu. Jelas rujak sampeyan ini masih paling top sak mBogor sini, tapi karena mahal jadi males aku,” godaku. Yu Minah menghentikan ulekannya dan mendekatkan wajahnya ke wajahku. Refleks aku mundur 30 cm.
“Sampeyan ini gak paham rupanya. Dalam setiap usaha kita mesti memperhitungkan adanya biaya produksi. Tahun lalu grafik pendapatan saya hampir menyerupai garis datar. Itu berarti ndak ada peningkatan. Nah, untuk meningkatkan revenue di tahun ini, maka salah satu usahanya adalah menaikkan harga jual, Jeng. Biaya produksi jelas naik, contoh gula jawa, buah-buahan, trasi, kacang. Lha kalo harga ndak ikut naik yo morat-marit saya nanti. Jadi sampeyan harus maklum, Jeng. Lagipula porsinya kan saya tambahin dikit biar mantep!”
Aku terpana mendengar jawaban Yu Minah. Dia ini bakul rujak atau akuntan pabrik batu batre to? Akupun melanjutkan membolak-balik koran daripada menanggapi ocehan yang bukan bidangku. Dari dalam terdengar TV Yu Minah menyiarkan berita infotainment. Seorang anggota DPR yang sedang heboh dengan perceraiannya. Akupun tertarik bergosip 😈
“Yu, kayaknya jadi anggota dewan itu ada kutukannya ya?”
Yu Minah yang sedang memotong-motong buah menatapku heran.
“Maksudnya?”
“Lha itu, coba sampeyan hitung Yu, ada berapa artis yang jadi anggota dewan terutama wanita, bercerai dengan suaminya? Trus kalo yang pria terlibat kasus syahwat. Belum lagi tergoda proyek atau obyekan. Padahal mungkin sebelum jadi anggota dewan mereka ini bisa jadi baik-baik aja lho.”
Yu Minah tertawa geli.
“Sampeyan ini mengada-ada, Jeng. Tahu darimana kalo mereka baik-baik aja sebelum jadi anggota dewan? Saya bukannya mau menghakimi, tapi godaan harta, tahta dan syahwat itu sifat dasar manusia, Jeng. Tinggal ada kesempatan atau tidak. Nah, mungkin saja ketika masuk sana sisi gelap itu tersalurkan? Satu orang berbuat, maka yang lain mengikuti karena itu dianggap hal biasa dan sah. Ikut arus. Kalo beda sendiri nanti malah ndak populer, dijauhi, dimusuhi. Sama kalo anak-anak itu pada tawuran, nek sendiri mana berani? Tapi begitu keroyokan pada ngikut to? Itu trend , Jeng! “
Tuh kan, Yu Minah ini kalo dipancing satu kalimat aja menanggapinya bisa berkilometer kalimat.
“Wah, parah sampeyan, Yu. Itu menuduh namanya. Kalo aku kan curiganya ada kutukan. Itu lebih mistis Yu, gak bisa dibuktikan, gak ada pasalnya. Kalo menuduh itu bisa kena pasal pencemaran nama baik, Yu.”
Yu Minah yang sudah mulai membungkus rujakku mendadak pucat.
“Waduh, iya ya, Jeng? Urusan perdukunan saja sekarang jadi pembahasan anggota dewan jeh. Wong orang gak beres yang selalu dapat bisikan ghaib aja kok diurusi. Kurang gawean to?”
Nah, nah, pembicaraannya sudah merembet ke mana-mana. Akupun cepat-cepat berdiri sebelum obrolan ini ngelantur gak jelas. Berita basi kalo di tangan Yu Minah bisa naik daun lagi nanti. Yu Minah mengangsurkan bungkusan rujak padaku.
“Sst, Yu, aku baru saja dapat bisikan ghaib,” bisikku. Yu Minah celingukan kiri kanan.
“Bisikan apa, Jeng? Siapa yang mbisiki?” Tanyanya sambil berbisik dan bergidik.
“Dari Eyang Ghaib, Yu. Katanya, hari ini rujaknya gratis,” bisikku lalu kabur.
“Welhadalaaahhh, sampeyan ini, Jeeeng! Ndak gratiiisss, enam belas ribu siniiii!” Teriaknya.
Jantung Sinta berdebar keras ketika membuka pintu kamar tidurnya dan mendapati secangkir teh dengan bekas lipstik merah menyala. Dengan tangan gemetar ia mengambil cangkir itu dan mengamatinya. Wajahnya menahan rasa jijik yang amat sangat. Jadi benar, benar rupanya gosip itu, bisik hatinya galau.
Dengan marah ia membuka kamarnya dan menghambur keluar.
“Irfaaaaan!” Teriaknya marah sambil menangis. Tak ada jawaban.
“Irfaaan!”
Suaminya tergopoh-gopoh keluar dari kamar mandi.
“Apa ini?” Tanya Sinta sambil mengacungkan cangkir berlipstik itu di wajahnya.
“Itu…ehh….”
“Aku benci!” Teriak Sinta lalu membanting cangkir itu.
Irfan tak mampu berkata-kata selain menghapus sisa lipstik merah dari bibirnya.
Jendral G : Bundaa, tadi siang di sekolah ada adegan kayak sinetron di sekolah Kakak.
Aku : Hah? Emang adegan apa, Kak?
Jendral G : Pokoknya lucu deh… (Jendral G emang gak banyak bicara jadi susah kali mo cerita 😀 )
Aku : Ceritain dong, Kak.
Cantik : Aoohh, Adek tau ceritanya. Gini Bundaa….
Jendral G : Eh, biar Kakak aja yang cerita. Kan temen Kakak naksir anak kelas 4B, Bundaa. Temen Kakak namanya Ricardo, nah yang ditaksir itu namanya Cantika.
Aku : Trus?
Jendral G : Nah, Kakak juga gak terlalu tau soalnya Kakak baru selesai sholat. Tau-tau ada kerumunan, gak taunya Ricardo lagi nembak Cantika.
Aku : Hah? Nembak “dhooorrr” gitu?
Jendral G : Iihh, bukaaaan. Maksudnya nembak bilang gini,” Kamu mau gak jadi pacarku?”
(Gubrak, aku menahan tawa. Sementara kekasihku udah gelisah )
Aku : Ricardo bilang gitu? Trus Cantika bilang apa?
Jendral G : Cantika bilang “iya“. Wah, banyak yang nonton deh, kayak sinetron. Eh, tapi trus Cantika bilang lagi gini, “Eh, gak jadi deh. Aku masih terlalu kecil.”
(Nyaris tawaku meledak).
Jendral G : Tapi bukan itu yang seru, Bundaa. Yang seru, karena temen Kakak yang lain namanya Bagja juga suka sama Cantika. Dia berkaca-kaca lho mau menangis. Kakak tepuk-tepuk aja pundaknya.
Aku : Waduh, Bagja menangis? Trus Kakak bilang apa?
Jendral G : Kakak bilang aja, “Tenang aja, Bag. Ntar guwe cariin cewek lain.” (dengan gayanya yang cool).
Tanpa dapat kutahan tawaku meledak sampe sakit perut 😆 Minta ampun gayanya anakku ini 😆
Aku : Trus Bagja bilang apa?
Jendral G : Katanya dia udah gak suka lagi sama Cantika. Kakak bilang aja iya cari aja cewek lain.
Maka seluruh isi rumah Nenek tertawa terpingkal-pingkal. Gayanya udah kayak yang paling jago cari cewek aja 😆
Aku : Emang Cantika cantik ya, Kak?
Jendral G : Hmm, gak tau.
Lalu aku ke dapur mencuci piring. Kakak yang masih seru bercerita menghampiriku di dapur.
Aku : Kalo Kakak ada yang naksir gak?
Jendral G ngintip-ngintip ayahnya di ruang keluarga.
Jendral G : Gak tau deh. Tapi katanya sih ada.
Aku : Waduh, siapa Kak?
Jendral G : (menyebutkan tiga nama cewek tapi aku lupa semua, salah satunya Fadia klo gak salah )
Aku : Kakak tau darimana kalo mereka naksir Kakak?
Jendral G : Yaa dari temen Kakak. Katanya,”G, si itu naksir kamu lho“. Trus ada lagi yang bilang, “G, di buku si anu ada tulisan G Forever.”
Tak sanggup lagi aku menahan tawa. Salah, sungguh salah tertawa di kala anak sedang bercerita. Tapi aku gak tahan, Kawan!
Aku : Di antara bertiga itu mana yang paling cantik, Kak?
Jendral G : Hmm, Fadia, sih.
Ooowwhhh, malaikatku sudah tau cewek cantik? Padahal belum lama ia selalu mengatakan Bunda adalah perempuan paling cantik di seluruh dunia. Sekarang? Sainganku bakal ngantri sampai Monas 😥
Lihatlah Kawan, malaikatku belum lagi berumur sebelas tahun, tapi sudah tau menembak, anak perempuan cantik. Duh, cepatnya waktu berlalu. Bahkan kalo sampai mendengar cerita teman-temannya udah tembak-tembakan apa gak bikin ngeri itu? Padahal kalo di rumah Jendral G itu masih main jadi Zombie, suka ngomong sendiri seolah berperang, wis pokoke masih kayak anak kecil. Lha kok dah ngerti tembak-tembakan 😥
Aku masih ingat, dalam obrolan malam itu Kekasihku sempat nanya begini:
Kekasihku : Kalo ada yang nembak Kakak, Kakak bilang apa?
Jendral G : Bilang aja, mau nembak pake RPG 7? Atau Kriss? (judes)
Kekasihku : Hush! Gak boleh judes, kita tuh gak boleh menyakiti hati anak perempuan. Bilang aja “makasih” gitu.
Lalu masih ada kuliah sedikit panjang dari kekasihku perihal pacaran dll…dll…dll… 😛
Duuhh, betapa anakku yang tadinya masih ABC (Anak Bau Chiki) kini on the way ABG. Sooner or later hal ini pasti akan terjadi. Tapi mengapa aku merasa tak siap yaa? Rasanya baru kemaren aku menimangnya dalam pelukan, kini sudah tau anak cantik 😦
Imut banget yaaa 🙂Sekarang sudah berani menyelam 😀Pose ABG kelas 5 qiqiqi 🙂
Bagi pengguna ponsel dengan sistem operasi Android tentu gak asing dengan judul di atas 😛 Yeah, ini adalah solusi instant untuk tampil cantik tanpa perlu krim malam, setrika wajah, laser, apalagi suntik botox Tergolong pembohongan publik? Yaahh, priben maning 😆
Jika kau belum punya, Kawan, silakan download di Play Store.
Download camera 360Tampilkan di halaman yang mudah dicari 😛Magic skin, hasil memuaskan tanpa perawatan mahal 😆Before and after 😀Lupa gak pake blitz 😦Before and after jugak 😛
Berhubung gak ada yang mau jadi sukarelawan, maka aku memaksa kedua malaikatku untuk jadi model Tadinya mau pakai fotoku sendiri trus diblur, lha kan percuma gak kliatan jugak
Coba kau lihat foto Jendral G, Kawan. Yang pertama itu foto aslinya, betapa sudah mulai berminyak dan berkomedo malaikatku ini 😦 Dengan Camera 360, tarra….. hilanglah semua minyak dan komedo itu
Foto Cantik yang pertama diambil malam hari dan lupa gak pake blitz, jadi ya gak terlalu sukses. Tapi tetap kelihatan lebih bening bukan? 😛 Nah, foto Cantik yang kedua lebih nyata bedanya. Memang wajahnya masih mulus sekali, belum berminyak dan belum berjerawat (semoga sampai dewasa gitu aja ya, Nak 🙂 ). Tapi dengan Camera 360 nampak lebih bersih bukan? 😀
Oh ya, penggunaan camera ini bisa di setting apakah akan tetap menyimpan foto aslinya atau hanya menampilkan foto hasil editan. Pada magic skin tersedia pilihan jenis, di antaranya ada natural, glossy, B & W, sunshine, sexy lips, fresh, dll 😀 Wis, pokoke instan banget, tinggal sentuh sana sini. Jauuuuhhh lebih mudah dari photoshop atau yang lainnya, yang memerlukan keahlian khusus 😛
Hasil dijamin cantik dan jauuuuhh lebih muda, mengingatkan ketika masih gadis Maka jika di foto cantik, jangan kaget ketika bertemu ternyata jerawatan
Apakah ini merupakan kebohongan publik? Yaahh, kembali pada hati nurani masing-masing deh. Kalo menurutku siy, yaaa biar aja. Hawong cuma untuk PP dan lucu-lucuan kok 😛 Fotoku sendiri buanyaaak buanget meski hanya untuk koleksi pribadi. Karena saking takjubnya, betapa indahnya kalo berwajah mulus 😆 Asal jangan sampai kelihatan ama Eyang Sumur aja siy…
Tak perlu waktu lama, Rino akhirnya sampai di rumah bergaya Jawa kuno yang cukup besar. Halamannya luas dengan beberapa pohon beringin. Tampaknya rumah ini adalah rumah turun-temurun.
Tok, tok! Rino mengetuk pintu.
Tak lama pintu dibuka. Rino terkejut melihat sosok yang berada di hadapannya.
“Lho, Tina? Kamu…kok kamu di sini? Ngapain?” Tanya Rino tak percaya. Perempuan di hadapannya tak kalah terkejut dan langsung panik.
“Aku eh…kamu…kamu sendiri ngapain ke sini?” Tanyanya gelagapan. Rino masih tak percaya memandang Tina yang hanya mengenakan daster tipis, seolah berada di rumahnya sendiri. Rino melongok ke belakang tubuh Tina, mencoba melongok siapa yang ada di dalam rumah kuno ini.
“Aku mau ketemu Eyang, untuk mencari tahu ke mana kamu pergi selama ini. Nyatanya kamu malah ada di sini. Ngapain, Tina? Bagaimana bisa?” Jawabnya tak habis pikir.
Tina bergerak-gerak gelisah. Melihat gelagat kekasihnya yang aneh Rino berusaha menerobos masuk melalui pintu jati kokoh itu. Namun Tina mengahalangi dengan tubuhnya.
“Jangan, Rino! Tak ada siapapun di dalam. Pergilah, besok kita bicara,” cegah Tina panik. Rino memandangnya tajam, setajam silet.
“Ngapain kamu di sini? Orang tuamu kelabakan mencarimu. Ayo, ikut aku pulang!” Rino menarik lengan Tina mengajaknya pergi.
“Aku gak bisa, Rino,” tolak Tina. Dikibaskannya tangan Rino dengan kasar.
“Kamu…? Mengapa kamu jadi aneh begini? Apa yang terjadi, Tina? Ayo ikut aku!”
“Tidak. Kamu pulang saja, aku tetap di sini. “
“Bagaimana bisa kamu mau tetap di sini? Pengikut Eyang banyak, kamu gak pantas tinggal di sini. Lagipula, mau apa kamu di sini sampai gak pulang-pulang, hah?”
“Kamu gak ngerti. Aku sudah menjadi istrinya,” sahut Tina dingin seraya menunjukkan cincin emas besar 24 karat di jari manisnya. Rino terbelalak. Wajahnya merah padam, seluruh tubuhnya bergetar menahan amarah. Angin dingin dan desau dedaunan beringin tak mampu mendinginkan darahnya.
“Sialan kau, Eyang Sumur!” Teriaknya menggelegar.
*************
Word: 294
Ini adalah kisah fiktif. Apabila ada kesamaan nama, tokoh, dan peristiwa maka itu hanyalah kebetulan belaka. Ciyus!
Sepertinya suasana malam ini tidak begitu bersahabat bagi Riana. Angin yang dingin membuat dia memaki dirinya sendiri kenapa lupa membawa jaketnya yang tertinggal di mobil. Lorong yang tidak terlalu terang karena beberapa lampu mulai dimatikan. Dan kenapa tidak ada orang bersliweran? Padahal masih jam 8 malam.
“Nah, sebentar lagi sudah sampai di kamar Sinta.” Riana mencoba menghibur diri sendiri karena dirinya masih merinding. Cepat-cepat langkahnya diayun, sampai akhirnya dia berhenti tiba-tiba saat melihat sebuah tempat tidur dorong melaju cepat ke arahnya.
“Heiiii!” Teriaknya kaget. Tubuhnya langsung merapat pada dinding agar tidak terserempet.
“Hihihihihihihi….” Sosok berseragam hijau muda yang mendorong tempat tidur kosong itu tertawa melengking di balik maskernya, membuat bulu kuduk Riana meremang. Cepat-cepat Riana melangkahkan kaki menuju kamar Sinta. Agak kesal juga ia mengapa Sinta memintanya datang malam-malam begini. Jika tak mendengar sedu sedannya sudah pasti ia takkan mau datang.
Kamar Sinta sudah gelap. Sudah tidurkah? Batin Riana. Tanpa mengetuk pintu ia membuka kamar itu perlahan.
“Sin?” Panggilnya lirih. Tak ada jawaban. Riana melihat saudara kembarnya itu meringkuk di tempat tidur. Seluruh tubuhnya tertutup selimut. Kesal sekali Riana dibuatnya. Bagaimana tidak? Tadi ketika Sinta menelpon ia tengah menikmati makan malam berdua dengan Budi. Dan kini, setelah terbirit-birit karena kuatir sesuatu terjadi dengan kembarannya, tenyata Sinta malah tidur dengan pulasnya.
“Hei, pulas benar kau tidur. Bangun, Non!” Gerutu Riana seraya duduk di tepi tempat tidur. Tak ada suara. Dengan kesal Riana menyibak selimut itu. Seketika ia menjerit. Sebuah boneka peraga anatomi yang sudah setengah rusak terbaring di hadapannya. Riana menjerit tanpa mau berhenti. Seseorang membekap mulutnya dan memukul tengkuknya hingga pingsan. Ia segera melucuti baju Riana dan menggantinya dengan bajunya sendiri. Secepat kilat ia menidurkan Riana dan menutupinya dengan selimut, tepat ketika dua perawat memasuki kamar dan menyalakan lampu.
“Ada apa?” Tanya salah satu perawat sambil mendekat ke tempat tidur dan memeriksa nadi pasiennya.
“Entahlah, Sus, ia tiba-tiba histeris ketika sedang bermain dengan phantom itu,” bisiknya.
“Ia tertidur rupanya,” kata perawat satu lagi lalu tersenyum padanya.
“Anda Riana bukan? Baiklah kami tinggal dulu, nanti kalau ada apa-apa silakan tekan bel.”
“Terimakasih, Sus. Saya akan menjaganya beberapa jam lagi.”
Ia mendekati tempat tidur setelah perawat itu pergi.
“Maaf, Sis, aku sedang bosan di dalam sini. Biarkan aku keluar dan gantikanlah aku untuk beberapa hari, okay? Mmm… atau untuk selamanya? Hihihihihihi……..”
Sinta terkikik-kikik lalu segera meninggalkan Rumah Sakit Jiwa itu. Tak lupa ia mengembalikan phantom rusak dengan tempat tidur beroda yang tadi dipinjamnya diam-diam.