Iseng Aja

Puisi

Yaampuuunnn …. teteeep aja gak berubah, masih males nulis hahaha….

Baiklah, daripada blog lumutan, aku mau sedikit nulis tentang pendapat orang-orang si sebuah WAG yang kuikuti πŸ™‚ (masih belum nemu di mana kusimpan emo yang lucu2 itu 😦 )

Waktu itu seseorang memosting sebuah puisi yang susah dicerna (bagiku sih :mrgreen: ), lalu timbullah pendapat bahwa semakin puisi tersebut banyak menggunakan kata-kata aneh dan susah dimengerti maka akan semakin keren puisi tersebut.

Errr … kalo aku sih gak setuju hehehe…. Menurutku (yang hanyalah remahan nastar di bawah taplak meja ini) justru seharusnya puisi yang indah adalah yang bisa dinikmati pembacanya. Bisa membuat pembaca larut ke dalam apa yang dirasakan oleh sang penulis, turut bersedih atau bahagia atau takut atau apa pun itu.Β  Di mana letak keindahan puisi jika membacanya pun harus sembari mengerutkan kening? (ahh, itu kan karena kau memang remahan nastaarrr, Cho).

Gak berarti harus dengan kata-kata sederhana ya, itu mah cerpen. Tetap dengan kata-kata indah, kata-kata baru, tapi merangkainya pun dengan indah dan mudah dicerna. Sebab jika kau buat puisi tapi hanya kau dan Tuhan saja yang tau artinya, yaa mending gak usah dipublish πŸ˜›

Tapi gak juga sih, seorang penyair yang sudah dianggap pujangga dan banyak penggemarnya, sepertinya bebas menulis apa saja meski hanya dia yang tau maknanya πŸ˜€ dan tetap saja dianggap menulis indah. Contoh:

langit masih luas, masih menjanjikan hlkhlkfhe

dengan rembulan yang lkajjnfh, tapi…Β Β 

aduuhh, apakah pungguk masih mau merindu?

ketika melihat rembulan bercumbu dengan kemukus?

Itu kalo yang nulis aku, langsung dianggap kurang seprapat πŸ˜€ πŸ˜€ tapiii… mungkin bila ditulis oleh pujangga ternama akan langsung dipuji (belom tentuuuuuu, itu kan tetep kau yang nuliissss, Chooo).

Jadi, apa poin tulisan ini? Ntahlah … kan, sudah kubilang daripada blog lumutan hahahahaha…..

Mari menulis puisi yang indah, dengan kata-kata baru, dan tetap membaca karya-karya para pujangga… agar wawasan dan kosa katamu bertambah πŸ˜‰