Seharusnya ucapan ini hari Minggu kemarin, tapi karena baru sempat nulis sekarang ya gapapa, kan hehehe….
Setiap hari raya Paskah atau Natal, aku selalu terkenang masa-masa kecil dulu. Di mana perayaan tersebut selalu meriah dan penuh kesibukan. Pada hari H mau misa, pasti terjadi kehebohan di rumah. Kebetulan kami (Papa dan anak-anak) menganut aliran santai tapi telat buahahaha…. jadi yaa hanya Ibu saja yang heboh agar kami bersiap cepat-cepat agar tidak terlambat dan terutama bisa duduk di dalam gereja. Memakai baju terbaik, seringkali baju baru yang sudah tak sabar ingin dipakai, lalu mengepang/menguncir rambut dengan pita kotak-kotak atau garis-garis, sepatu dengan kaos kaki putih bersih. Ahhh, senangnyaa…
Setelah menjadi anak-anak yang lebih besar, kami mengikuti koor dan kadang-kadang berangkat duluan agar tidak terlambat. Mengikuti misa dengan lebih tertib. Begitu juga setelah dewasa, tetap menjadi anggota koor atau kalaupun tidak, masih bisa mengikuti nyanyian dengan gempita.
Tapi kini, setelah menjadi orang tua, dan Papa Ibu sudah tiada, aku selalu sendiri. Bisa saja sih ikut keluarga Kakak, tapi mereka selalu mengikuti misa malam. Sementara aku gak bisa, karena gak enak meninggalkan keluarga malam-malam, jadi selalu ikut misa paling pagi.
Gimana rasanya? Yaa sudah pasti sedih, dan selalu meneteskan air mata ketika mendengar nyanyian tertentu. Seperti Haec Dies pada misa Paskah, atau Malam Kudus pada Natal, atau lagu-lagu gempita lainnya. Banyak pula lagu-lagu yang sudah tak bisa kuikuti karena aku kan hanya ikut misa pada Natal dan Paskah saja π bahkan doa-doa atau lagu Bapa Kami pun seringkali gak bisa kuikuti karena pakai lagu baru.
Belum lagi ketika selesai misa, semua keluarga saling mengucapkan selamat, atau berfoto-foto di booth yang disediakan atau di taman-taman dengan hiasan-hiasan indah. Bahkan di Minggu padi kemarin pun aku selfie di depan taman hiks… hiks…
Menyesal? Enggaaak… sedih, kan gak selalu berarti menyesal. Tapi bersyukur, masih diizinkan kekasihku ikut misa, nakanak tercinta juga memaklumi, meski kadang kekasihku bertanya, “Sampai kapan? Nanti anak-anak gak bisa mendoakanmu, lho.” Dan aku hanya terdiam … nantilah kapan-kapan kujawab.
Baiklahh … selamat Paskah tuk semua sahabat yang merayakaaan :*