Cari Solusi · Dongeng insomnia · Iseng Aja · Mbuh Ah ! · Nimbrung Mikir

Badai di Ujung Negri

Belum terlalu sore ketika aku menyambangi warung Yu Minah. Semoga masih kebagian, karena sore sedikit baisanya sudah habis.

“Rujake masih, Yu? Bikinkan aku rujak serut ya.”

“Weh, tumben sore gini? Ndak kerja to, Jeng?”

“Hehehehe…..kerja, Yu. Tapi ngabur tadi, nonton bioskop.”

“Wee lhadalah, memangnya nonton apa?” Yu Minah yang usil itu sudah mulai meracik bumbu.

“Badai di Ujung Negri, Yu. Film tentang prajurit marinir kita yang menjaga perbatasan.”

“Wah, bagus dong?”

“Yah, lumayan meski awal cerita alurnya agak lambat. Pemainnya ganteng lagi ihik…ihik… Eh, tapi bukan itu masalahnya. Aku kok kasihan ya pada tentara-tentara kita yang bertugas di perbatasan itu. Aku gak tau bener apa tidak, tapi di film itu kok diceritakan umumnya mereka tidak diterima oleh masyarakat sana ya?”

“Masa iya to?” Yu Minah sudah mulai mengulek sambel dengan goyangannya yang khas itu.

“Iya, mereka dianggap beban. Tapi bukan itu masalahnya.”

“Lho, kok bukan lagi? Jadi apa dong, masalahnya?”

“Peralatan perang kita, Yu. Udah tua semua. Kapalnya aja bekas, ndak isa lari kencang. Kalo ada apa-apa gimana?”

“Iya, Jeng. Padahal prajurit kita itu terkenal pemberani lho. Apalagi pasukan elit itu.”

“Tapi kalo ndak ditunjang peralatan yang canggih ya timpang to, Yu? Masa sama negara tetangga kita yang lebih kecil aja kalah canggih.”

Keringat mulai menetes-netes di dahi Yu Minah. Dengan deg degan aku mengawasi tetesan-tetesan itu. Kuatir nyemplung ke rujak nan lezat buatannya.

“Itulah Jeng, peralatan tempur kita emang banyak yang sudah ndak memadai. Sekalinya beli baru ee kesangkut masalah. Edan to?”

“Kapaan ya, Yu, negara kita ini bebas korupsi. Di samping supaya rakyat sejahtera kan kita bisa melengkapi alutsista kita dengan yang canggih. Wong negara kita ini begitu kaya dan indah. Kalo sampai pulau-pulau kecil itu tak terjaga dengan baik lalu dirampas orang kan sayang. Belum lagi kekayaan laut yang dengan semena-mena dirampok tetangga-tetangga yang tak bertanggung jawab itu. Huh!”

Yu Minah mulai membungkus rujakku.

“Gimana korupsi ini mau hilang kalo sampeyan aja masih korupsi gitu.” Weits? Tenang dan tanpa dosa ia mengatakan itu.

“Lho. korupsi apa? Saya ini paling ndak pernah ngutak-atik uang kantor kok? Pegang juga ndak? Jangan sembarangan, Yu!” sahutku meradang.

“Lha, ini? Pulang sebelum waktunya, malah nonton? Apa ini bukan korupsi? Korupsi waktu to?”

Sial!!! 😡