Iseng Aja

Ramuan Cinta – Menjelang Tamat

Lagi-lagi aku tiba paling pagi di kantor. Bukan karena rajin tapi karena semalaman tak bisa tidur memikirkan Surti yang mencret. Seperti biasa aku langsung menuju pantry. Dan ahh… ternyata Surti sudah masuk. Berdebar-debar kuhampiri dia. Manjur gak ya ramuan dari Ki Joko Plirak Plirik itu? Belum sempat aku menyapanya Surti sudah menyapaku duluan.

“Eehh, Mas Jon. Tumben pagi amat. Mau Surti buatkan teh? Atau kopi?” tanyanya dengan ramah. Apakah ramuan itu bekerja? Sungguh mati aku jadi penasaran, sampai mati pun akan kuperjuangkan!

“Ee anu, teh aja deh. Mm, kemaren kamu sakit ya?”

“Iya nih. Gara-gara makan rujak dari Bang Thoyib, padahal Surti kan cuma sarapan kue dari Mas Jon. Ya udah, mules deh,” jawabnya sambil menyodorkan secangkir teh hangat dengan senyum yang tak mau pergi dari bibirnya. Fiuh, lega hatiku. Ee tapi ngapain si Thoyib itu ngasih rujak pagi-pagi sih? Udah tiga kali Lebaran gak pulang, ee pulang-pulang malah bikin perkara. Huh! Tapi Kepala Security itu memang ditakuti. Dengan kumis setebal sikat WC dan badan sebesar Ade Rai cukup membuat semua orang menyingkir kalau dia mendekati Surti.

“Mas Joon..,” panggil Surti sambil tertunduk malu. Wah, kayaknya sih manjur nih ramuan dari Pak Tua itu.

“Ada apa, Sur?”

“Mm, mau gak Mas Jon anterin Surti pulang nanti? Takutnya Surti masih lemes, gak kuat naik angkot,” sahutnya dengan malu-malu. Tangannya memainkan ujung seragamnya yang kekecilan itu. Oh, Pak Tua Ki Joko Plirak Plirik, ramuanmu manjur benar!

“Dengan senang hati, Nanti kau tunggu aku di lobby ya.”

Kini, sebulan sudah aku menjalin hubungan dengan Surti. Tentu saja kami merahasiakannya sehingga tak satupun orang kantor yang tahu. Maklumlah, kebijakan kantor tak mengijinkan karyawan dalam satu kantor menikah. Eit, emang mau nikah? Pengen siiy, maka pada suatu malam minggu di Monas sambil menikmati air mancur menari, akupun melamar Surti.

“Suurr…..,” panggilku dengan dada berdebar-debar. Si Manis itu tak menjawab. Matanya masih memandang takjub ke air mancur yang kini dihiasi warna-warni dari sinar laser. Ealah, emang sih dia baru di Jakarta dan baru sekali ini melihat air mancur di Monas, tapi masa sih sampe melongo gitu? Ya sudah, kubiarkan saja ia menikmati air mancur joget itu. Dan ketika selesai, seperti anak kecil Surti bertepuk tangan gembira. Duh, manis tapi kok rada norak ya? Ah, biarin deh yang penting misiku harus berhasil kali ini.

“Waah, bagus banget ya, Mas! Minggu depan ke sini lagi yuk..,” ajaknya antusias. Aku tersenyum dan mengangguk. Kerumunan manusia mulai beranjak meninggalkan tempat. Kutahan Surti dengan alasan menunggu sepi saja agar tidak berdesak-desakan. Maka kembali kucoba melamarnya.

“Suurr…ehh…” Jantungku kembali berdebar-debar.

“Ada apa, Mas?”

“Mm, Surti mau gak jadi istriku?” Tanyaku lirih sambil menggenggam tangan halusnya. Sesaat mata Surti berbinar-binar tapi sedetik kemudian meredup kembali dan segera menarik tangannya dari genggamanku. What’s wrong?

“Kemaren Bang Thoyib juga melamar Surti, Mas?” Bisiknya pelan tak menjawab pertanyaanku. Apa?? Si Thoyib yang kalo Lebaran selalu menghilang itu? Mendadak kepalaku senut-senut dan aliran darahku serasa berhenti di salah satu pembuluh darah otakku.

“Tapii Surti menolaknya, Mas,” lanjut Surti. Eits, stroke yang nyaris menyerangku langsung pergi lagi. Aliran darahku kembali lancar dan aku mengembus nafas lega.

“Iya Sur, dia tidak pantas untukmu. Istrinya kan udah dua, apalagi kalo Lebaran dia gak pernah pulang. Sudah tua pula, bentar lagi pensiun,” kataku memanas-manasi Surti.

“Sebetulnya sih Surti juga cinta sama dia…. tapii….” Lagi-lagi darahku membeku. Aku membuang muka ke kerumunan manusia yang semakin menjauh. Apa sih yang dilihat dari Thoyib sampai Surti jatuh hati? Memang sih badannya gede, gak sepertiku yang kayak orang gak makan dua tahun. Memang sih jabatannya Kepala Security, gak sepertiku yang cuma kurir. Tapi kan Bang Thoyib tua, istrinya dua, dan seperti sikat WC kumisnya. Aku merajuk.

“Surti kan cintanya sama Mas Jon..,” bisiknya lirih. Serasa disiram air mancur hatiku bergerimis. Pelan kutoleh wajah Surti yang tertunduk malu-malu. Ooh, Monas yang indah, air mancur yang indah, musik yang indah, Surti yang indah.

“Jadiii, Surti mau jadi istriku?”

“Mau, Mas. Tapiii….” Ee lhadalah, kok tapi tapi terus sih?

“Tapi apa, Sur?” Rasanya sejuta tapi pun akan kupenuhi.

“Tapi Mas Jon bilang dulu sama Kang Tejo ya?” ujarnya. Oo, kalo cuma bilang sama kakaknya sih keciiillll… Aku mengiyakan dengan semangat.

to be continued again ahh…..

9 tanggapan untuk “Ramuan Cinta – Menjelang Tamat

  1. Mudah-mudahan Mas Tejo merestui hubungan Surti dengan Mas Jon. Dan tidak ada tapi…tapi..an lagi hehehe

    Choco:

    Mudah2an ya, Jeng… daripada kebanyakan tapi hehehehe…..

  2. Lho, Bang Thoyib udah jadi tukang rujak ternyata?? 😆 😆 😆

    *baru aja dibahas di di blog saya, panjang umur dah*

    Choco:

    Hahahaaha…. Bang Thoyib emang tokoh yang menarik 😀

    *hhihhiii….. aku dah baca 😀 *

  3. Jadi curigation nih…
    Pasti ada kejutan lain di cerita berikutnya.

    *curigation sama Kang Tedjo*
    *jadi inget lagu metalnya Jamrud: Tedjo & Surti*
    *ups…*

    Choco:

    Nantikan kejutannya…. 😀

    *ini emang terinspirasi dari Surti dan Tejo*

  4. Eng Ing Ennngggg …
    Ternyata mas Tejo adalaaaahhhh …. (nada di tarik keatas …)

    (tunggu setelah pesan-pesan berikut eneh …)

    Salam saya

    Choco:

    Daaaan….. pesan-pesannya masih banyak…. 😀

  5. tak carik2 kebawah kok kang tedjonya endak ada..tulisan to be continuednya endak kebaca tyata…jan walah tenan

    Choco:

    Hahahaha….. kacamatanya ketinggalan to, Jeng? 😀

  6. Bang tejo itu siappaaaa??? suaminya Surti ya??? penasarandotkdotaidi

    Choco:

    Aiih. Alice…. ternyata khayalanmu dan khayalanku nyambung 😀
    Baca lanjutannya yaaa…..

  7. Mas Jon pasti rajin sisir rambut dan ngasih semprotan di keeknya, iya kan…biar wangi.
    Lanjutken ceritanya yang romantis ini

    salam sayank selalu

    Choco:

    Dan tak lupa pake pomade made in sendiri nyang dari vaselin itu lhooo 😆
    Langsung publish nih, Pakde 😀

  8. Bersabar menunggu episode selanjutnya.. *gelar tiker sambil ngemut wafer,,*

    Choco:

    Iiiihh, ketahuan pake gigi palsu, wong ngemut wafer hahahaha……
    Sabar ya, Saayy…..

Tinggalkan Balasan ke Asop Batalkan balasan